OM SWASTIASTU
WELCOME TO MY BLOG
Loading...

Jumat, 05 Desember 2008

Ratu Bohong VS Raja Ngibul

Ratu Bohong vs Raja Ngibul

Sebenarnya semua orang pasti pernah melakukan sesuatu yang disebut dengan kebohongan.Tiap orang memiliki kadar dan intensitas berbohong yang berbeda-beda. Berbohong adalah hal yang wajar untuk dilakukan makhluk yang namanya manusia. Manusia kan bukan makhluk yang sempurna. Tak ada yang sempurna di dunia ini kecuali rokok, gitu kata buku humor. Biasanya di saat-saat terdesak, kita sering terpaksa untuk berbohong. Bohong kan ga selamanya salah. Ada juga bohong untuk kebaikan atau istilah kerennya “white lie” gitu.

“Morning semuanya,”sapa Sisca begitu menginjakkan kakinya di ruang kelas.

“Morning juga Ratu Bohong…,"jawab yang lainnya serempak.

Sisca emang sudah menyandang gelar itu selama 2 bulan terakhir. Mau tau kenapa Sisca mendapat julukan Ratu Bohong?

Konon, hasil test menunjukkan kalau dari omongannya Sisca, 25% adalah kejujuran, 30% masih meragukan,dan sisanya sebanyak 45% murni kebohongan. Gila! Bohongnya banyak banget. Dasar Ratu Bohong! Nah, sekarang udah tau kan kenapa julukan Ratu Bohong melekat pada Sisca.

“Sis,matamu kok sembab gitu sih?”tanya Mira. “Kamu abis nangis ya?”tanyanya lagi.

“Lagi marahan ma Evan?” Sasa ikut nimbrung.

“Ah,ga kok. Kemarin aku abis chatting ampe jam 2 pagi. Eh,tau ga kemarin tu aku chatting ma Raffi Ahmad lo ,”katanya.

Ups…! Bohong banget sih! Temen-temennya yang laen pasti udah tau lah kalau dia lagi bohong. Wong kentara benget! Ada 2 alasan yang dapat menjatuhkan kebohongan Sisca dengan telak. Alasan pertama, rasanya ga mungkin deh seorang Raffi Ahmad chatting ama Sisca. Udah gitu semalaman pula. Mau dikemanain kerjaannya? Dia kan sibuk banget syuting. Artis getoo loh! Alasan kedua, yang paling fatal. Sisca kan ga punya komputer, jadi ya mana mungkin bisa chatting lewat internet ampe larut malem? Kecuali kalo emang dia secara khusus nginep di warnet. Tapi apa yang punya warnet ga bakal marah diinepin ma anak yang namanya Sisca?

Bel pun berbunyi. Pak Budiman masuk ke kelas. Ini berarti pelajaran Ekonomi akan dimulai. Anak-anak yang tadinya asyik mengerumuni Sisca, dengan sangat terpaksa harus kembali ke tempat duduknya. Walaupun Sisca suka berbohong tapi mereka tetap suka mendengar ceritanya karena terkadang ada pula kebohongan Sisca yang ga masuk akal. Jadi itu patut, kudu dan harus diketawain.

“Anak-anak, tugas laporan penelitiannya harap dikumpulkan,” kata Pak Budiman.

Sisca panik. Ia belum selesai membuat tugas. Gimana mau selesai coba, kalau tiap hari dia terus aja nunda-nunda untuk membuat tugas itu.

“Maaf saya tidak bisa mengumpulkan tugas sekarang, Pak,” kata Sisca sambil menundukkan kepalanya.

“Kenapa kamu belum mengumpul,Sis?” tanya Pak Budiman.

“Begini Pak. Kakek saya masuk rumah sakit dan harus diopname, jadi selama seminggu ini saya terus menunggui Kakek saya.”

Pak Budiman diam sejenak lalu menganggukkan kepalanya.

“Baik. Bapak mengerti. Kamu boleh mengumpulkan tugas 2 hari lagi”.

“Terima kasih Pak”. Sisca bernapas lega. Untung saja Pak Budiman, guru Ekonominya, termasuk guru yang polos. Coba kalau gurunya “killer”, bisa lain lagi ceritanya…

“Sis, kakekmu kan udah meninggal setahun yang lalu?” tanya Cindy begitu Sisca duduk kembali di kursinya.

“Yup.! Nah, justru karena itulah aku berani bilang kalau kakekku sakit. Aku kan ga mau jadi cucu yang durhaka, gara-gara berani nyumpahin kakek sendiri masuk rumah sakit. Bisa kualat nanti!” sahutnya.

“Bisa-bisanya guru juga kamu bohongi! Dasar Ratu Bohong!”

Sisca cuma bisa nyengir mendengar sebutan Cindy itu. Ia sudah kebal mendengarnya.

Saat jam istirahat, seperti biasanya Sisca duduk di depan kelas. Asyik berduaan dengan Evan, pacarnya. Ia dan Evan memang beda kelas. Sisca kelas IPS sedangkan Evan kelas IPA. Mereka sudah pacaran selama hampir 9 bulan. Kalau diibaratkan ibu-ibu yang lagi hamil, bentar lagi bakalan “mbrojol” alias lahir deh bayinya.

“Say,nanti aku ada rapat Osis. Kamu pulang sendiri aja ya, atau…kamu mau nunggu aku selese rapat?”tanya Evan.

“Hmm… Sebenernya aku mau ja sih nunggu kamu, tapi aku dah terlanjur janji mau pulang ma Cindy sekalian nengokin adiknya yang abis tabrakan. Ia kan,Cin?”

Cindy yang kebetulan lewat di depan mereka cuma tersenyum menyeringai.

“Ya udah deh kalo gitu. Aku ke kelas dulu ya, Bu Tuti dah dateng tuh”, kata Evan kemudian segera berlari ke kelasnya.

“Sis, kamu makin error ja! Masa pacar sendiri kamu bohongin juga”,kata Cindy segera setelah Evan pergi. “Emangnya sejak kapan aku punya adik?”tanya Cindy lagi.

“He..he...he… Aku cuma bohong dikit kok. Habis, aku males sih kalo harus nunggu Evan selesai rapat”,sahut Sisca. Kemudian ia duduk dengan rapi di kursinya tanpa rasa dosa sedikitpun.

“Teet… teet…teet…” Bel tanda pulang sekolah terdengar nyaring. Semua siswa menjadi berseri-seri. Sisca dan Cindy hampir bersorak kegirangan. Pelajaran Sejarah terasa sangat membosankan. Mereka hampir saja tertidur, karena mengantuk.

“Cin, aku ikut boncengan ma kamu sampai ke supermarket ya”,pinta Sisca.

Cindy menggangguk. “Ya deh, tak anterin. Aku kan orangnya ga tegaan kalo harus ngeliat kamu lumer kena sinar matahari”sahut Cindy.

Kalau dilihat dari sudut pandang ini, Cindy tampak baik banget ya. Setia kawan gitu. Tapi, coba deh kita lihat lanjutan ceritanya.

“Lagian kalo kamu jalan kaki sepatuku yang kamu pinjem dan belum dikembaliin sampai sekarang ntar bisa-bisa rusak lagi. Kacian kan ma sepatunya,”kata Cindy lagi sambil melirik kaki Sisca yang terbalut dengan lembut oleh sepatu putih bermotifkan totol-totol hitam,mirip anjing dalmation.

Tuh kan bener. Ternyata ada batu di balik udang, Eh salah! Maksudnya ada udang di balik batu.

Sesampainya di supermarket, Sisca langsung menuju ke lantai atas, arena pakaian dan aksesoris. Ia asyik melihat-lihat pakaian yang tergantung di tempatnya. Sesekali Sisca mencoba beberapa aksesoris yang lucu dan menarik.

Tapi,tiba-tiba langkahnya terhenti. Sudut matanya melihat sosok yang sangat dikenalinya. Ia melihat Evan sedang asyik bergandengan tangan dengan Luna, anak kelas satu. Mereka terlihat sangat mesra bagaikan Rama dan Sita, Romeo dan Juliet, Beauty and the Beast…

Sisca menjadi geram. Api cemburu telah membakar dirinya. “O…jadi ini toh yang kamu bilang rapat. Disini ya tempat rapatnya?”tanya Sisca ketus.

Evan terkejut melihat Sisca tiba-tiba berada di depan matanya. Ia gelagapan seperti layaknya maling ayam yang ketangkep basah lagi nyolong di siang bolong.

“Sis… kamu jangan salah paham dulu. Aku…ga ada hubungan apa-apa kok sama Luna,”sahut Evan terbata-bata.

“Apa? Kamu bilang aku ga ada hubungan apa-apa ma kamu? Kalo gitu ngapain sebulan ini kamu terus deketin aku, hah? Lepasin tangan aku! Dasar laki-laki buaya!” bentak Luna.

Andai saja saat itu diputer lagu “Lelaki Buaya Darat” nya Ratu pasti bakal lebih klop. Soalnya pas banget deh untuk menggambarkan situasi ini.

Tiba-tiba, “Plakkk!” tanpa diduga-duga tangan lembut Luna sudah mendarat dengan mulus di pipi kiri Evan. Kemudian Luna pergi meninggalkan mereka berdua.

“Na… tunggu!” Evan hendak menyusul Luna, tapi begitu melihat ekspresi wajah Sisca bak setan penjabut nyawa, ia mengurungkan niatnya. Evan masih ingin melihat mentari esok hari.

“Sis, aku bisa jelasin ini semua”,kata Evan.

“Ga da yang perlu dijelasin lagi. Aku dah ngerti semuanya. Jadi selama sebulan ini, kamu terus ngibulin aku!”. Sisca berhenti sebentar untuk mengatur napasnya yang memburu akibat emosi jiwa yang meluap-luap.

“Pantesan tiap kali aku ngajak kamu jalan, kamu selalu nolak. Pake alasan ga enak badan lah… harus nganterin mami lah…atau lagi sama temen-temen… Kamu emang Raja Ngibul!”teriaknya.

Sisca melangkah pergi. Sedih, marah dan kesal tumpah ruah tercampur menjadi satu adonan dalam hatinya. Tapi beberapa detik kemudian, ia kembali lagi menemui Evan.

Evan tersenyum menyambutnya. Ia pikir Sisca mau memaafkannya dan kembali lagi padanya.

“Tadi ada yang aku lupain,” kata Sisca.

“Apa itu, Sis?” tanya Evan penuh harap.

“Plakkk!” Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi Evan, tapi kali ini pipi kanannya yang menjadi sasaran.

“Mulai sekarang kita putus!”teriak Sisca geram. Evan, si Raja Ngibul terdiam di tempatnya sambil mengelus kedua belah pipinya yang sakit. Sisca mulai beranjak pergi. Kali ini ia benar-benar pergi meninggalkan Evan, sendiri dan tak akan kembali untuk yang kedua kalinya.

Sabtu, 29 November 2008

Si Pendendam VS Si Keras Kepala


Pertama-tama izinkanlah penulis memperkenalkan tokoh yang akan muncul pada cerita ini. Dengan ini penulis berharap semoga pembaca budiman ataupun pakdiman lebih mudah memahami jalannya cerita. Kalo ga ngerti-ngerti, bukan salah bunda mengandung tapi salah Anda yang kurang imajinasi tingkat tinggi. Hee…=)
Baiklah agar tidak terlalu bertele-tele, dan dalam rangka turut menyukseskan program hemat kertas, lebih baik kita mulai mengenal tokoh-tokoh disini lebih dekat lagi.
Perkenalkan namanya Riri. Dilihat dari anterior anaknya manis, imut-imut, baik hati. Dari lateral, sepertinya tidak sombong, rajin menabung, suka bercanda. Dari posterior, tampak keras kepala dan jahil..Tapi dikit doang kok. Satu hal yang perlu digaris bawahi disini adalah sifat buruk yang dimilikinya yaitu keras kepala. Dalam beberapa hal, ini berakibat positif, tapi lebih sering sih berdampak negative. Berdasarkan data dari pegawai Administrasi, untuk detik ini Riri masih tercatat sebagai mahasiswi jurusan keperawatan pada satu-satunya universitas negri di daerahnya.
Tokoh utama kita yang kedua adalah Koko. Anak kedua dari 2 bersaudara. Saat ini masih terdaftar sebagai mahasiswa Kedokteran di universitas yang sama dengan Riri. Orangnya baik hati, tidak sombong, suka menolong, setia kawan, humoris dan suka bercanda (jangan GR yaa…). Seperti kebanyakan orang di dunia ini, Koko juga memiliki kekurangan. Koko masuk kategori manusia pendendam. Ia tak mudah memaafkan kesalahan orang lain. Kalau sudah terserang penyakit marah akut, jangan berharap ia akan mengajak Anda bicara. Ia akan menganggap Anda seperti tidak ada. Penyakitnya yang satu ini sangat sulit disembuhkan, bahkan oleh dokter paling ahli sekalipun. Perlu waktu yang lama dan perjuangan tinggi setingkat semangat Panglima Sudirman.
Kita bergeser dari tokoh utama ke figuran. Walaupun bertindak sebagai figuran, namun mereka sangat memegang peranan penting dalam cerita ini. Intinya cerita ini tidak akan “klik” jika tanpa kehadiran mereka.
Kita berkenalan dengan Mimi, sahabat Riri. Mereka bersekolah di SMP yang sama, SMA yang sama dan kini kuliah pun sama. Untuk saat ini belum ada penelitian menyangkut berapa tingkat kebosananan Riri melihat Mimi terus selama hampir 7 tahun, begitu pula sebaliknya. Dalam cerita ini, Riri sangat berhutang budi pada Mimi.
Selanjutnya kita menuju ke Popo, sahabat Koko. Ia kuliah di tempat yang sama dengan Koko. Ia juga tak kalah memberikan andil besar dalam cerita ini. Nasehat-nasehatnya cukup menenangkan. Maklum, hasil berguru pada AA Jimmy…selama beberapa tahun..Heheehee… becanda
Sekiranya cukup sekian perkenalan dengan tokoh-tokoh yang akan sering Anda temukan pada baris-baris selanjutnya. Jika ada kesamaan tokoh, karakter maupun peristiwa, percayalah itu sepenuhnya merupakan hal yang disengaja. Tak lupa penulis juga memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pihak yang merasa memilki kesamaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Maaf kalau tanpa pemberitahuan sebelumnya. Hehehe…
Si Keras Kepala vs Si Pendendam

Rabu , 4 Juni 2008

Rumah paman dan bibi…pukul 01.00 AM…
“Arrrrrg…harus bilang pa lagi nih? Buntu..!!!”
Di saat makhluk-makhluk lain di belahan bumi timur sedang terlelap dalam mimpi, Riri masih tetap terjaga di depan laptop tercinta. Apa sih yang bisa bikin seorang Riri yang tidak bisa begadang, masih tersadar hingga subuh?
Belajar untuk ujian?
Sepertinya tidak mungkin. Siang tadi ia baru saja selesai ujian.
Nonton film?
Sayang sekali. Jawaban ini pun masih salah..
Jawaban yang benar adalah Koko.
Gara-gara mau membuatkan hadiah ulang tahun untuk Koko, Riri masih bisa menahan kantuk di matanya. Salahnya sendiri juga sih. Ia baru mendapat ide itu pukul 10.00 PM.
“Ini hadiah untuk orang yang selama ini uda baik ma aku. Thanks untuk semuanya…Lain kali traktir aku es cream lagi. Hehehe..” batin Riri dalam hati.
Jarum pendek jam dinding di kamarnya sudah menunjuk angka 3. Dengan harapan bisa menyerahkan hadiah itu keesokan harinya, Riri mematikan laptopnya dan segera beranjak ke peraduan impian. Nice sleep, sweet dream.

Kamis, 5 Juni 2008

Pukul 11.45 AM…perjalanan ke kantor rektorat.
Hari ini Riri dan Mimi terpaksa harus berpanas-panas ria demi mengantarkan laporan pertanggung jawaban atas kegiatan yang telah mereka laksanakan ke pihak rektorat universitasnya. Berhubung tidak ingin dianggap orang yang tidak bertanggung jawab mereka dengan terpaksa dan berat hati menerima kenyataan yang ada. PANAS!!!
Di balik deru kendaraan di salah satu jalan terpadat, Riri berusaha menyaingi bisingnya suara mesin kendaraan dengan teriakan kerasnya agar Mimi mendengar apa yang diucapkannya.
“Mi, kamu bisa ngambil hapeku ga? Tolong sms Koko dong”. Karena pada saat itu sangat tidak memungkinkan bagi Riri yang sedang mengendarai motor untuk mengetik sms, maka sebagai sahabat yang baik Mimi yang duduk di boncengan dengan rela menurut.
“Sms apa ni?” tanya Mimi.
“Bilangin Koko, jangan pulang dulu. Ada yang mau aku kasi ke dia”

Pukul 00.35 PM…kantor rektorat..
Perjalanan panjang melahkan dan penuh perjuangan harus Riri dan Mimi tempuh untuk menyerahkan LPJ. Bagaimana tidak melelahkan, mengingat jarak antara kampusnya dengan kantor rektorat sangat jauuuuhh..Penuh perjuangan karena mereka terpaksa harus mengganti cover LPJ, hanya gara-gara 1 angka romawi…Dan dengan entengnya pegawai TU disana mengumandangkan alunan kata-kata yang sungat sumbang di telinga.
“Ini diganti nomor perjanjiannya. Kan sudah saya bilang II bukan III. Ganti ini sebelum saya kirim LPJ kalian ke Jakarta.”
Entah karena dehidrasi mengingat tempat yang mereka kunjungi masuk daerah tandus dan panas dengan suhu udara hampir menyaingi gurun ataukah gara-gara pengaruh hipnotis dari pegawai TU tadi, dengan lemas Riri dan Mimi segera mencari toko terdekat untuk mengganti cover LPJ. Tetap saja diiringi gerutu kesal dari mereka berdua.
“Ya..ampun ada-ada aja sih.. Sebegitu telitinya ya orang-orang Jakarta..” Riri dan Mimi tak henti-hentinya mengomel.
Dan setelah perjuangan berebut fotocopy dan jilid dengan mahasiwa-mahasiswa lain yang lebih dulu mendeklarasikan diri sebagai penunggu disana, akhirnya LPJ itu pun selesai direvisi. Namun, tampaknya dewi fortuna sedang tak ingin menghampiri mereka. Alangkah malangnya nasib 2 anak manusia ini. Begitu sampai di kantor rektorat lagi, yang terlihat oleh mereka hanyalah pintu-pintu yang terkunci dan satpam yang asyik ngerumpi dan ngegosip. Pegawai kemahasiswaan telah pulang ke habitatnya masing-masing…Arrrggg…

Pukul 02.00 PM…kampus
“Mana sih tuh orang? Kalo ga bisa, bales kek smsku. Ato kalo masa aktifnya habis LAGI, dijawab ja telpunku. Ngangkat telpun kan ga ngabisin pulsa..!!” gerutu Riri sesampainya di kampus. Panas terik dan kekesalannya atas usaha menyerahkan LPJ yang melelahkan dan tidak membuahkan hasil apapun itu alias nol besar, semakin membuatnya emosi jiwa..
“Pulang yuk, da sore,”ajak Mimi begitu makanan dan es buah yang dipesannya tandas tak bersisa. Riri hanya mengangguk. Ia sudah menunggu Koko sejak tadi. Jangankan batang hidungnya, kabar darinya pun tak ada.. Ia kecewa. Harapannya kali ini pun tak menjadi nyata. Sia-sia ia begadang kemarin..Hikz…”Koko nyebelinnnnn….”

Jumat, 6 Juni 2008

Pukul 10.15…sebelum SGD…
Ntar jngn pulang dl. da yg mau qks dr kmaren. Kalo g bs, bole kok sms. Slit ya ngetik sms, ato km trlalu sbuk? Ni da trlanjur aq bkin, trsrah km, mau dibuang jg gpp.
Riri langsung memencet tombol send di hapenya. Memang agak keterlaluan sih, tapi mengingat kejadian kemarin, wajar kalau ia kesal seperti itu.

Pukul 01.10…Kantin..
“Wik, ntar sama-sama ke BSO ya..” kata Riri pada temannya. Sementara itu tanpa ia sadari, di belakangnya telah berdiri 2 makhluk langka dari planet lain, Koko dan Popo. Dua sejoli ini (maap bercanda kok) tanpa dosa berdiri membelakangi Riri, dan tak ayal membuatnya terkejut ketika berbalik badan. Riri melihat sekilas ke arah Koko. Entah mengapa kekesalannya yang kemarin muncul kembali, saat melihat wajah Koko yang polos, tanpa merasa bersalah sedikit pun telah membuatnya menunggu sia-sia.
“Po, gimana kemarin LPJmu, direvisi ulang”? tanya Riri pada Popo.
“Ga kok. LPJku kan da bener,” jawab Popo.
“Oh..enak dong. Aku terpaksa harus direvisi hanya gara-gara 1 angka romawi. Bener-bener nyebelin. “ gerutu Riri tanpa menoleh sedikitpun ke arah Koko. “Aku pergi dulu ya..” pamit Riri pada Popo.
“Loh, Koko gimana?”
“Ga jadi….!!!!!” Katanya kesal sambil berjalan menjauhi mereka. Sepintas Riri bisa melihat raut kemarahan di wajah Koko.
“Yakin nih ga jadi, kok kamu bilang kaya gitu tadi?” tanya Mimi pada Riri.
Belakangan baru Riri menyesal. “Aduh, gawat..Bodoh!!! Kenapa aku bilang gitu tadi. Dia pasti marah…hikz.” Riri segera mengajak Mimi untuk menemaninya ke parkiran. Tapi sesampainya disana yang diharapkannya sudah tidak ada lagi. “Dia uda pulang. Motornya uda ga ada, raib…ga mungkin kan diboyong ma pelaku curanmor..”
Riri bingung. Ia berusaha mencari nomor hape Popo. Setelah bertanya pada sejumlah narasumber, akhirnya ketemu juga.
“Halowww..Popo, ni Riri. Kamu dimana? Ada Koko ga disana?” Riri segera memberondong Popo dengan banyak pertanyaan bertubi-tubi.
“Aku uda di rumah nih. Koko juga uda pulang. Kenapa Ri?”
“Dia marah ya ma aku?” tanya Riri lirih..
“Sebenarnya kamu kenapa sih? Kamu ga tau dia ya.. Siap-siap ja. Kamu ga akan diajak bicara selama beberapa hari.”
“Ya..aku tau. Uda pernah ngerasain sebelumnya kok. (batinnya dalam hati).. “Udah ya Po, thanks.”
Begitu hapenya dimatikan Riri lemas. “Penyakit lama Koko kumat lagi”. Kini perasaan Riri campur aduk kaya adonan jamu. Paittttt… Antara menyesal, sedih, bingung, takut, kesal..
Menyesal karena telah membuat Koko marah..
Sedih karena merasa berdosa telah membuat orang lain kecewa.
Bingung karena ga tau harus gimana mengobati penyakit Koko yang kumat lagi itu. Harus nyari dokter specialist apa nih? Jawaban dari pertanyaan ini ternyata lebih sulit dibandingkan dengan soal ujian Histologi, Anatomi, Biokimia dan rekan-rekan sebangsanya…
Takut…melihat wajah Koko saat marah..Nyeremin… Saat sedang sehat dan normal, Koko bisa jadi salah satu manusia yang patut diteladani amal budinya, tapi kalau sudah marah,, lebih baik Anda jangan mendekat. Risikonya terlalu tinggi. Jangan harap bisa tidur dengan tenang. Koko bisa jadi manusia paling kejam di dunia ini…(hahaha..hiperbola dikit gpp kan..hehe..)
Kesal….,kenapa Koko bisa punya sifat pendendam…??? Sifat-sifat yang lain kan masih banyak…Daripada pendendam, kenapa ga pendendang aja? Selama ini Koko aktif di kegiatan Padus di kampus..

“Tenang Ri, dia pasti bisa maafin kamu.”hibur Mimi.
Riri menggumam, “Tapi, apa aku harus nunggu sampe 2 minggu lagi kaya dulu? Kelamaan…Ga mau…Hikz”

Pukul 10.35 PM…Kamar…
Ya klo gt mungkin dia t orgny bkn tipe pmrh tp pndndam sama ky ak..Dia mungkin merasa udh pcy ma km tp karena entah sesuatu dr km yg bwt dia tsinggung dan dia t ga enak bwt be2rin keslhnmu tp pinginy km t yg menyadariny ndiri. Emang susah si klo tipe org ky gt udh marah..Cb ja bwt ga bhti brusaha baikan ky kt dulu, ya buth waktu si..Tp disanalah tbuktisbrp tulusny km pngn punya shbt spt dia. Yg pnting usaha dulu. Smgt ya bu! Jgn bnykn nangis ma mnyesl ato kbingungan. Hadapi ja dulu dngn snyuman..
SMS yang tak lagi Sort Message Service itu dulunya dikirimkan Koko untuk Riri, ketika Riri bertengkar dengan Mimi. Kini Riri mengembalikan kepada pemiliknya.

Sabtu, 7 Juni 2008

Rumah Orang Tua tercinta
Riri heran. Kenapa setiap dia bertengkar dengan Koko selalu bertepatan dengan hari raya? Kini pun hari raya yang sama dengan dulu..Nyadar ga sih..dulu deket-deket Saraswati juga…
Saat berdoa, selain memohon agar lulus ujian tentunya, ia juga meminta agar orang-orang memaafkan kesalahannya. Ia tidak ingin ada lagi orang yang marah padanya…maap semuanya….

Senin. 9 Juni 2008

Pk.09.25 AM…Kampus….
Popo, lagi dimana? Aku mau nitip ssuatu. Tolong ks k Koko y. Tp jangn smpe dia tau.
Setelah sekian lama menunggu, datang juga balasan dari Popo.
Q d kntin! Ksini z…
“Yah, knapa baru dibalas? Bntar lagi kan mau SGD.” Riri meratapi keadaan yang sepertinya tidak mau diajak bekerja sama.

Pukul 01.05 PM…kantin…
Riri kebingungan. Kali ini ia mendapat giliran untuk mengumpulkan hasil SGD dari teman-teman kelompoknya.. Banyak temannya yang belum mengumpulkan, padahal besok hasil SGD itu harus diserahkan. Beginilah nasib korban timpal…malang bener…
“Hai..Ri.Kamu mau nitip apa” Popo menyapa Riri.
“Hai..Tunggu bentar ya. Eh, dia masih marah ya?” kata Riri sembari merapikan hasil SGD.
“Ga taw. Tanya ja sendiri. Orangnya ada di belakang. Bentar lagi kesini.” Kata Popo santai.
Mendengar itu mental Riri menciut…Ia pengen liat Koko untuk minta maaf langsung tapi di sisi lain ia juga slalu takut saat melihat Koko marah. Pengen sembunyiiii…ngumpet di kolong meja..
“Masih marah?” tanya Riri pada Koko.
Koko diam. Riri semakin menciut hampir mirip liliput. Gara-gara tak tahu harus berbuat apa, mendadak ia terserang amnesia ringan, ia pergi begitu saja menuju tempat fotocopy untuk menjilid hasil SGD.
Koko dan Popo juga pergi. Begitu mereka menjauh, baru Riri menyesal. Riri mengejar Koko.. Entah ini karena saat itu Koko lagi kesurupan atlet marathon atau karena Riri yang larinya terlalu kemayu, ia jadi kehilangan jejak. Tampaknya mulai detik ini, Riri harus mempertimbangkan untuk menyewa seorang detective untuk menangani kasusnya…
Banyak yang mau ia katakan pada Koko. Tapi begitu berhadapan langsung dengan Koko, entah kenapa down syndrome selalu menyerangnya. Saat ia ada, Riri pura-pura menjauh. Tapi begitu dia yang pergi, Riri malah mengejarnya. Parahhh…

Pk 00.10 AM….kamar…
Kali ini Riri begadang lagi. Sedari tadi ia sibuk menekan tombol keyboard di laptopnya. Jari-jarinya lincah merangkai kata-kata menjadi sebuah karangan. Gara-gara Koko, ia kembali lagi berhadapan dengan hobi menulis yang sudah lama ia tinggalkan. Ia berharap dengan cerita ini, semuanya bisa jelas. Hadiah untuk Koko masih tergeletak tak berdaya di tas Riri. Semoga besok ia bisa berpindah tangan…Gimana hasilny?,,Apakah Koko masih marah? Apa Riri bisa menyerahkan ini dan hadiah Koko? Kita lihat aja besok…To be continued…

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, pembaca yang telah membaca cerita ini dari awal hingga akhir serta pihak-pihak yang telah member inspirasi untuk cerita ini..Semoga cerita ini dapat membawa manfaat bagi semua pihak. Penulis menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.
Penulis tahu cerita ini masuk kategori menarik untuk dibaca (bukan maksud menyombongkan diri, tapi emang begitulah kenyataanya..hehe..), tapi dengan berat hati, cerita ini hanya untuk kalangan terbatas. Jadi tolong jangan dipublikasikan…