OM SWASTIASTU
WELCOME TO MY BLOG
Loading...

Minggu, 07 November 2010

VENTILATOR MEKANIK

PENDAHULUAN

Menurut Hendi (2008), Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan. 
Ventilator mekanik merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau ICU (Hanif, 2008).
Ventilator mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. Ventilasi mekanik merupakan terapi defenitif pada pasien kritis yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnia (Tanjung, 2007). 
Sedangkan menurut Taryono (2007) Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas secara mekanik yang di desain untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan.
Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negative atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu yang lama (Smeltzer, 2001 : 655).

Indikasi pemasangan ventilator mekanik

Menurut Smeltzer (2001 : 656) indikasi untuk ventilasi mekanik yaitu jika pasien mengalami penurunan kontinyu oksigenasi (PaO2), peningkatan kadar karbon dioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persisten (penurunan pH) maka ventilasi mekanik mungkin diperlukan. Kondisi seperti pascaoperatif bedah toraks atau abdomen, penyakit neuromuskular, cedera inhalasi, PPOM, trauma multiple, syok, kegagalan multi system, dan koma semuanya dapat mengarah ke gagal nafas dan perlunya ventilasi mekanik. 

Indikasi umum untuk ventilasi mekanik meliputi: 
•Bradypnea atau apnea dengan pernapasan 
•Cedera paru-paru akut dan sindrom gangguan pernapasan akut 
•Takipnea (> tingkat pernapasan 30 napas per menit) 
•Vital kapasitas kurang dari 15 mL / kg 
•Ventilasi yang lebih besar dari 10 L / menit 
•Tekanan Arteri parsial oksigen (PaO 2) dengan tambahan fraksi oksigen inspirasi (Fio 2) kurang dari 55 mm Hg 
•Alveolar-arteri gradien tekanan oksigen (Aa DO 2) dengan oksigen 100% lebih besar dari 450 mm Hg 
•Kelelahan otot pernafasan 
•Obtundation atau koma 
•Hipotensi 
•Tekanan parsial akut karbon dioksida (RAPP 2) lebih besar dari 50 mm Hg dengan pH arteri kurang dari 7,25 
•Penyakit neuromuscular 
Kecenderungan nilai-nilai ini mempengaruhi penilaian klinis. Peningkatan keparahan penyakit akan mendorong klinisi untuk mempertimbangkan mulai ventilasi mekanis. 

Kriteria :
PaO2 kurang dari 50 mmHg dengan FiO2 > 0,60
PaO2 lebih dari 50 mmHg dengan pH <> 35 x/mnt.
Kriteria untuk ventilasi mekanik ini berfngsi sebagai pedoman dalam membuat keputusan untuk menempatkan pasien dalam ventilator. (Smeltzer, 2001 : 657)

ventilator tekanan positif dan fase-fase dalam ventilator tekanan positif

Ventilator Tekanan Positif 
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Ekspirasi terjadi secara pasif. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada pasien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus. 

a.Ventilator tekanan bersiklus 
Ventilator tekanan positif yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian siklus mati. 
Keterbatasan utama dengan ventilator jenis ini adalah bahwa volume udara atau oksigen dapat beragam sejalan dengan perubahan tahanan atau kompliens jalan nafas pasien. Akibatnya adalah suatu ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan dan kemungkinan mengganggu ventilasi. Konsekuensinya, pada orang dewasa, ventilator tekanan-bersiklus dimaksudkan hanya untuk pengguanaan jangka pendekdi ruang pemulihan. Jenis yang paling umum dari ventilator jenis ini adalah mesin IPPB. 
Ventilator tekanan bersiklus dimaksudkan hanya untuk jangka waktu pendek di ruang pemulihan.

b.Ventilator waktu bersiklus 
Ventilator mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume udara yang diterima pasien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara. Sebagian besar ventilator mempunyai frekuensi control yang menentukan frekuensi pernafasan, tetapi waktu persiklus murni jarang digunakan untuk orang dewasa. Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi. 

c.Ventilator volume bersiklus 
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis ini volume udara yang akan dikirimkan pada setiap inspirasi telah ditentukan. Jika volume preset ini telah dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Dari satu nafas ke nafas lainnya, volume udara yang dikirimkan oleh ventilator secra relative konstan, sehingga memastikan pernafasan yang konsisten, adekuat meski tekanan jalan nafs beragam.
(Smeltzer, 2001 : 657).

Setiap ventilator memiliki 4 fase dasaryang harus dipenuhi dalam menyediakan sebuah siklus ventilator pada pasien yang terdiri dari :
1.Fase Inspirasi
2.Fase Perubahan inspirasi-ekspirasi
3.Fase Ekspirasi
4.Fase Perubahan ekspirasi-inspirasi

Dalam setiap fase dimanipulasi oleh operator. 
1.Fase Inspirasi
Selama fase inspirasi, tekanan positif akan menciptakan gradient tekanan yang nantinya akan menimbulkan pemompaan paru. Tekanan dalam jalan napas, alveoli dan ruang intrapleural menjadi positif selama inspirasi. Hal itu berkebalikan dengan yang teradi saat pernapasan spontan. Tekanan positif ini menyebabkan paru-paru terpompa dan terjadi ekspansi cavitas toraks. Tekanan positif ini menyebakan banyak komplikasi dalam mekanisme ventilasi seperti barotrauma dan membahayakan hemodinamik.

2.Fase Perubahan inspirasi-ekspirasi
Ventilator dibedakan oleh mekanisme siklus ventilasi dari fase inspirasi sampai fase ekspirasi. Banyak ventilator saat ini yang dilengkapi oleh 3 fungsi dari 4 siklus mekanik yaitu volume, aliran, waktu dan tekanan.

-Siklus ventilasi volume
Pada ventilasi volume alur ventilasi dari akhir inspirasi dan dimuali pada awal ekspirasi ketika volume yang telah ditetapkan di salurkan ke pasien waktu yang diperlukan untuk mengirim tekanan flow rate dan tekanan yang mengembang sudah ditentukan. Pada saat volume yang telah diantisipasi dan kecepatan pernafasan yang telah ada pada ventilator, flow rate dari pernafasan itu harus disesuaikan sewajarnya sehingga volume tidal yang dikirim sesuai dengan waktu pernafasan yang diinginkan. Jumlah dari tekanan yang diinginkan dikirim ke volume tidal yang telah ditentukan, puncak tekanan inspirasi (PIP) akan berubah tergantung pada pemenuhan dan factor resisten dan harus dimonitor dengan cermat oleh petugas klinik. Sebagai penurunan pemenuhan ataw kenaikan resisten, PIP akan meningkat, kerena walaupun dibawah tekanan ini ventilator tetap melanjutkan pengiriman kepada volume yang dimasukkan 

-Siklus ventilasi waktu 
Dalam siklus ventilasi waktu inspirasi diakhiri dan ekspirasi dimulai setelah interval waktu yang diantisipasi telah dicapai. Peredaran bisa dikontrol pada mekanisme waktu yang singkat atau dengan mengatur laju dan menetapkan rasio inspiratori atau ekspiratori, atau persentasi dari waktu ekspiratori. Mekanisme dari kedua hal tersebut memberitahu ventilator untuk mengedrakan dari inspirasi ke ekspirasi setelah waktu yang ditentukan telah habis. Ketika peredaran berlangsung, tekanan jalan nafas telah tercapai, laju inspirasi, dan volume tidal akan bervariasi berdasarkan pada nafas-demi nafas. Pada waktunya siklus ventilasi dari volume tidak telah dibagi oleh laju gas dkalikan dengan wkatu inspiratori( volume = laju x waktu). Karena waktu telah dikontrol, laju harus disesuaikan untuk mencapai volume tidal yang ditentukan sebelum siklus ventilator. Perubahan dalam hambatan jalan nafas dan pulmonar, pemenuhan akan merubah tekanan dari pola nafas dan bisa juga mengurangi volumen tidal sampai ventilator mampu mengirim aliran yang konstan dibawah kondisi paru yang bervariasi. 

-Siklus ventilasi tekanan
Dalam siklus ventilasi tekanan inspirasi berakhir dan ekspirasi dimulai ketika penentuan tekanan maksimal dari pola nafas telah dicapai. Volume terkirim kecapatan aliran, dan waktu inspiratori semuanya berbeda berdasarkan nafas demi nafas. Volume dikirim ditetapkan oleh kumpulan dari aliran tekanan, laju aliran, pemenuhan dari paru pasien, pola nafas, dan perlawanan lintasan menuju ke ventilator. Awal dari peredaran tkanan dipilih ketika volumen tidal yang dihirup telah dimonitor. Tekanan kemudian disesuaikan hingga volumen tidal yang diterima telah tercapai, laju aliran telah disesuaikan ketika kecepatan respiratori telah diambil kepada pertimbangan untuk mencapai waktu inspiratori yang diinginkan jika karakteristik dari paru pasien memburuk, volumen tidal akan turun dan waktu inspiratoria akan menjadi lebih pendek. Peningkatan dari peredaran tekanan adalah mekanisme awal untuk memperbaiki masalah ini. Peningkatan dari laju kecepatan bisa juga membantu. 

-Siklus ventilasi aliran
Pada siklus ventilasi aliran inspirasi diakhiri dan ekspirasi dimulai ketika laju aliran terhambat dan diantisipasi dengan presentase dari jumlah puncaknya. Laju aliran yang kritis ketika peredaran terjadi adalah “akhir” dari laju aliran. Volume dari paru-paru berbeda nafas demi nafas. Volume yang dikirim kepada paru-paru pasien ditentukan dengan memilih tekanan yang dihasilkan dan dengan memenuhi perlawanan dari paru-paru pasien. Pada awal dari inspiratori laju aliran berjumlah maksimum tetapi pada saat paru-paru terisi udara, tekanan dalamnya akan meningkat dan laju aliran akan menurun (karena perlawanan ke aliran). Ketika kecepatan aliran akhir telah tercapai, ventilator beredar pada tahap ekspiratori. Tekanan yang dihasilkan mendukung secara keseluruhan dari tahap inspiratori, tidak seperti perederan tekanan, dimana itu akan berangsur-angsur meningkat dan mencapai puncaknya pada akhir dari inspirasi. Peredaran laju cenderung lebih nyaman untuk pasien daripada peredaran tekanan karena pada peredaran tekanan pasien mempunyai derajat control yang lebih besar dari peredaran laju respratorik. Sebagai contoh cara dari ventilasi yang dijalankan oleh asas ini adalah laju aliran, dukungan tekanan ventilasi. Peredaran aliran ventilator adalah dimulai dengan cara yang sama dengan peredaran ventilator. Tekanan awal yang dihasilkan dipilih ketika volume tidal yang dihembuskan telah diawasi. Tekanan lalu disesuaikan sampai volume tidal yang diterima telah dicapai. Laju aliran disesuaikan ketika laju respiratori diambil dalam sebuah pertimbangan, sehingga volume tidal dikirim dalam waktu inspiratori yang nyaman. Jika pemenuhan paru-paru pasien menurun atau perlawanan meningkat, volume tidal akan menurun dan waktu inspiratori lebih singkat, inilah mengapa respon dari peredaran tekanan berespon terhadap kondisi ini. Kompensasi dari penurunan tekanan tidal disesuaikan oleh menaiknya yang dihasilkan.. 

-Batas menuju inspirasi
Batasan variabel untuk inspirasi adalah nilai yang ingin dicapai, volume, aliran yang tidak bisa melebihi. Sebagai contoh, peredaran volume ventilator kemungkinan mempunyai mekanisme batasan tekanan yang dirancang untuk mencegah tekanan pada jalan nafas yang berlebihan. Mekanisme keamanan ini ditempatkan dalam kasus perubahan besar yang terjadi dalam karakteristik paru, tensiĆ³n pneumothorak, atau dalam kasus malfungsi ventilator. Batasan tekanan biasanya diatur pada 10cm H2O diatas puncak tekanan inspiratori. Ketika batasan telah dicapai, sebuah tanda bahaya dari pendengaran atau penglihatan (atau keduanya) memberi sebuah tanda bahaya dan menghasilkan volume dikirim tetapi saluran menuju atmosfer.ketika peredaran volume ventilator masih berlangsung tetapi tekanan dibatasi. Contoh lain adalah dalam sebuah cara dukungan tekanan dari ventilasi, dimana nafas tekanan dibatasi tetapi alirannya diedarkan. Batasan variabel tidak harus dicampur dengan siklus variabel. Batas variabel mempunya batas pengaturan maksimal tetapi tidak beredar ventilator dari inspiratori menuju ketahap ekspiratori. 

3.Fase Ekspirasi
Variable yang dikontrol selama waktu ekspirasi dalam ventilator dikenal dengan sebutan “baseline variable”. Ini digunakan pase ventilator-ventilaor saat ini., tekanan adalah variable yang dikontrol selama ekspirasi. Ekspirasi terjadi secara pasif karena elastisitas recoil paru selama ventilasi mekanis., tetapi ekspirasi pasien secara pasif dikontrol oleh “baseline pressure”. Di tekanan akhir ekspirasi mungkin tidak seimbang dengan tekanan atmosfer atau mungkin di atas tekanan atmosfer, yang dikenal dengan PEEP. Beberapa tingkatan dari tekanan positif selalu diperhatikan pada pasien dengnan gangguan paru pada akhir ekspirasinya. PEEP meningkatkan fungsi residual capacity (FRC) dengan meningkatkan penerimaan dan stabilitas alveoli.
Beberapa system ventilator memperbolehkan penggunaan sebuah perlambatan ekspirasi, yang meningkatkan tahanan aliran selama ekspirasi. keterlambatan ekspirasi awalnya dikembangkan untuk meniru pernapasan lewat bibir, yang sering diobservasi pada pasien dengan penyakit pernapasan obstruksi kronik. Menciptakan sebuah tahanan aliran ekspirasi mencegah kolapsnya jalan napas secara premature dan terjebaknya gas dalam paru. Perlambatan ekspirasi meningkatkan kesempurnaan pengosongan paru,sedangkan PEEP meningkatkan FCR.

4.Fase Perubahan ekspirasi-inspirasi
Ketika fase ekspirasi telah selesai, maka terajadi perubahan selanjutnya yaitu dimulainya fase inspirasi. Fase ini mungkin dimulai oleh pasien atau oleh ventilator dan ini dasar untuk pengklasifikasian model ventilator yaitu dibantu ventilator atau dikontrol ventilator. Variable yang diukur oleh ventilator dan yang dibedakan pada permulaan napas dikenal dengan variable pemacu. Faktor pencetus yang paling banyak digunakan adalah waktu dan tekanan. ketika waktu adalah pemacunya, ventilator akan memacu napas setelah interval waktu preset, yang ditentukan oleh frekuensi respirasi. Ketika tekanan adalah pemicunya, usaha pernapasan spontan pasien menurunkan tekanan dalam perjalanan inspirasi dan awal inspirasi. Usaha inspirasi negative yang harus pasien pergunakan untuk mengawali ispirasi dikenal dengan sensitifitas ventilator. Sensitifitas, sebuah pengaturan ventilator dikontrol oleh klinis. Jalan terakhirnya, ventilator dapat dipacu ke dalam fase inspirasi secara manual. Mekanisme siklus eksternal diaktifasi oleh klinis, seluruh mechanisme siklus lainnya dikesampingkan dan pengontrolan napas disampaikan.

Yang perlu diperhatikan saat mengatur setting ventilator mekanik
Yang perlu diperhatikan saat mengatur setting ventilator mekanik, antara lain :

•Jenis ventilasi (volume bersiklus, tekanan bersiklus, tekanan negative)-setting sentivity dan ratio inspirasi-ekspirasi.
Sensitivity menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk memulai/mentrigger inspirasi dari ventilator. Setting dapat berupa flow atau pressure. Flow biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah bernafas spontan dan memakai PS/Spontan/ASB karena dapat megurangi kerja nafas/work of breathing. Selain itu pada pasien PPOK penggunaan flow sensitiviti lebih baik karena pada PPOK sudah terdapat intrinsic PEEP pada paru pasien sehingga pemakaian pressure sensitiviti kurang menguntungkan. Nilai sensitivity berkisar 2 sampai -20 cmH2O untuk pressure sedangkan untuk flow antara 2-20 L/menit. Jika PaCO2 pasien perlu dipertahankan konstan, misalnya pada resusitasi otak, maka setting dapat dibuat tidak sensitif. Dengan demikian setiap usaha nafas pasien tidak akan dibantu oleh ventilator. Pada keadaan ini perlu diberikan sedasi dan pelumpuh otot (muscle relaksan) karena pasien akan merasa tidak nyaman sewaktu bangun. Namun jika memakai mode assisted atau SIM atau spontan/PS/ASB, trigger harus dibuat sensitif.
I:E rasio biasanya diset 1:2 atau 1:1.5 yang merupakan nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Terkadang diperlukan fase inspirasi yg sama atau lebih lama dibanding ekspirasi untuk menaikkan PaO2, seperti pada ARDS, berkisar 1:1 sampai 4:1.
•Cara pengendalian (kontrol, bantu/kontrol, intermitent mandatory ventilation)
•Pengesetan volume tidal (VT) dan frekuensi nafas (RR).
Tidal Volume adalah volume gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap sekali nafas. Umumnya setting antara 5-15 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dgn paru normal tolerate dgn tidal volume 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Untuk pasien ARDS memakai konsep permissive hipercapnea (membiarkan PaCO2 tinggi > 45 mmHg, asal PaO2 normal, dgn cara menurunkan tidal volume yaitu 4-6 cc/kgBB) Tidal volume rendah ini dimaksudkan agar terhindar dari barotrauma. Parameter alarm tidal volume diset diatas dan dia bawah nilai yg kita set. Monitoring tidal volume sangat perlu jika kita memakai TIME Cycled.
Frekuensi nafas (RR) adalah jumlah nafas yang diberikan ke pasien setiap menitnya. Setting RR tergantung dari Volume Tidal , jenis kelainan paru pasien, dan target PaCO2 pasien. Parameter alarm RR di set diatas dan di bawah nilai RR yang diset. Misalnya jika set RR 10 kali/menit, maka set alarm sebaiknya diatas 12x/menit dan di bawah 8 x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi. Pada pasien-pasien dengan asma (obstruktif), RR sebaiknya diset antara 6-8 x/menit, agar tidak terjadi auto-PEEP dan dynamic-hyperinflation. Selain itu pasien-pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis ) memang sudah terbiasa dengan PaCO2 tinggi, sehingga PaCO2 jangan terlalu rendah/normal. Sedangkan pada pasien-pasien dengan PPOK (resktriktif) biasanya tolerate dengan RR 12-20 x/menit. Sedangkan untuk pasien normal RR biasanya 8-12 x/menit. Waktu (time) merupakan variabel yg mengatur siklus respirasi. Contoh: Setting RR 10 x/menit, maka siklus respirasi (Ttotal) adalah 60/10 = 6 detik. Berarti siklus respirasi (inspirasi + ekspirasi) harus berlangsung dibawah 6 detik.
•Pengesetan FIO2 (fraksi oksigen yang diinspirasi)
FiO2 adalah jumlah oksigen yg dihantarkan/diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasi berkisar 21-100%. Rekomendasi untuk setting FiO2 pada awal pemasangan ventilator adalah 100%. Namun pemberian 100% tidak boleh terlalu lama sebab resiko oxygen toxicity (keracunan oksigen) akan meningkat. Keracunan O2 menyebabkan perubahan struktur membrane alveolar-capillary, edema paru, atelektasis, dan penurunan PaO2 yg refrakter (ARDS). Setelah pasien stabil, FiO2 dapat di weaning bertahap berdasarkan pulse oksimetri dan Astrup. Catatan; setiap tindakan suctioning (terutama pd pasien hipoksemia berat), bronkoskopi, chest fisioterapi, atau prosedur berat (stres) dan waktu transport (CT scan dll) FiO2 harus 100% selama 15 menit serta menambahkan 20-30% dari pressure atau TV sebelumnya, sebelum prosedur dilakukan. Namun pada pasien-pasien dengan hipoksemia berat karena ARDS skor tinggi, atau atelektasis berat yang sedang menggunakan PEEP tinggi sebaiknya jangan di suction atau dilakukan prosedur bronkoskopi dahulu, sebab pada saat PEEP dilepas maka paru akan segera kolaps kembali dan sulit mengembangkannya lagi.
•Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan
Pressure limit mengatur/membatasi jumlah pressure/tekanan dari volume cycled ventilator, sebab pressure yg tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Pressure yg direkomendasi adalah plateau pressure tidak boleh melebihi 35 cmH2O. Jika limit ini dicapai maka secara otomatis ventilator menghentikan hantarannya, dan alarm berbunyi. Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan/obstruksi jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit ventilator. Biasanya akan normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga dapat terjadi karena pasien batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator, atau kinking pada tubing ventilator.
•Pengesetan sigh (biasanya 1,5 kali dari volume tidal dan berkisar dari 1 sampai 3 / jam) jika memungkinkan
•Pengesetan flow rate
Flow rate (peak flow ) adalah kecepatan gas untuk menghantarkan tidal volume yg diset/menit. Biasanya setting antara 40-100 L/menit. Inspiratory flow rate merupakan fungsi dari RR, TV dan I:E rasio Flow = Liter/menit = TV/TInspirasi x 60 Jika RR 20x/menit maka: Ttotal = 60/20 = 3 detik. Jika rasio 1:2 , Tinspirasi = 1 detik. Untuk menghantarkan tidal volume (TV) 500 cc diperlukan Inspiratory flow rate = 0.5/1 x 60 = 30 Liter/menit.
•Adanya air dalam selang, terlepasnya sambungan, atau terlipatnya selang
•Humidifikasi (humidifier dengan air)
•Alarm (fungsi yang sesuai).
•PEEP (tekanan akhir-ekspiratori positif) atau tingkat dukungan tekanan, jika memungkinkan.
Catatan : jika terjadi malfungsi sistem ventilator, dan jika masalah tidak dapat diidentifikasi dan diperbaiki dengan cepat, maka perawat harus siap untuk menventilasi pasien dengan bag resusitasi manual sampai masalah teratasi ( Smeltzer & Bare, 2001 : 659)

Hal – hal lain yang perlu diperhatikan
1.Humidifasi dan Suhu
Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus ditambahkan pelembab (Humidifier) dengan pengontrol suhu dan diisi air sebatas level yang sudah ditentukan (system boiling water) terjadi Kondensasi air dengan penurunan suhu untuk mencapai suhu 370 C pada ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu udara ± sama dengan suhu tubuh.
Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370 C - 380 C.
Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan luka bakar pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan akibatnya obstruksi jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya apabila suhu ke pasien kurang dari 360 C membuat kesempatan untuk tumbuhnya kuman.
Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara dialirkan melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air.
Pada kasus penggunaan Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan kedua system diatas, tetapi humidifasi jenis Moisture echanger yang di pasang pada ujung sirkuit Ventilasi Mekanik.

2.Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi dan penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan ini membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi, perhatikan sterilitas.
Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat dari adanya peningkatan tekanan inspirasi (Resp. rate) yang menandakan adanya perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh sekresi ini indikasi untuk dilakukan pengisapan.
Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi atelektasis dan dapat mempermudah pengambilan sekresi, bisa dengan cara melakukan clapping, fibrasing perubahan posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan untuk mengurangi pelengketan sekresi.

3.Perawatan selang Endotrakeal
Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk mencegah terjadinya migrasi, kinking dan terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi yang adequate jangan diabaikan. Penggantian plesterfiksasi minimal 1 hari sekali harus dilakukan karena ini merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-tanda lecet/ iritasi pada kulit atau pinggir bibir dilokasi pemasangan selang endotrakeal.
Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang mayo/gudel sesuai ukuran, ini gunanya agar selang endotrakeal tidak digigit, dan bisa juga memudahkan untuk melakukan pengisapan sekresi. Penggunaan pipa penyanggah sirkuit pada Ventilasi Mekanik dapat mencegah tertariknya selang endotrakeal akibat dari beban sirkuit yang berat. Bila pasien terpasang Ventilasi Mekanik dalam waktu yang lama perlu di pertimbangkan untuk dilakukan pemasangan Trakeostomi yang sebelumnya kolaborasi dengan dokter dan keluarga pasien.

4.Tekanan cuff endotrakeal
Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan inflasi dan kelebihan tekanan pada dinding trakea. Pada pasien dengan Ventilasi Mekanik, tekanan terbaik adalah paling rendah tanpa adanya kebocoran/penurunan tidal volume. Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk mencegah terjadinya nekrosis pada trakea.

5.Dukungan Nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik dukungan nutrisi harus diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek samping yang memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi paru dan kematian.
Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat diberikan melalui Nasogastric tube (NGT) yang dimulai dengan melakukan test feeding terlebih dahulu, terutama pada pasien dengan post laparatomy dengan reseksi usus.
Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi melalui enteral bisa dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral.
Pemberian nutrisi.

6.Perawatan Mata
Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik perawatan mata itu sangat penting dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian tetes mata/zalf mata bisa menurunkan keringnya kornea. Bila refleks berkedip hilang, kelopak mata harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan trauma. edema sclera dapat terjadi pada pasien dengan Ventilasi Mekanik bila tekanan vena meningkat. Atur posisi kepala lebih atas/ekstensi (Taryono, 2007).

Setting Ventilator
Menurut Taryono (2007), Setting Ventilator antara lain:
1.Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu :
M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate (R.R)
Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB
Normal R.R = - pada orang dewasa = 10 – 12 x/menit
Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB.
Pada Servo Ventilator 900 C :
- M.V dibawah 4 liter, pakai standar “infant”
- M.V. diatas 4 liter, pakai standar “adult”
2.Modus
Tergantung dari keadaan klinis pasien. Bila mempergunakan “IMV”, harus dikombinasikan dengan “PEEP”.
3.PEEP
Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien. Pada pasien dengan edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg. Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO2 dinaikan sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5 mmHg.
Catatan :
•Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %
•PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15 mmHg.
4.Pengaturan Alarm
•Oksigen = batas terendah : 10 % dibawah yang diset batas tertinggi : 10 % diatas yang diset
•“Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset
•“Air Way Pressure” = batas tertinggi 10 cm diatas yang diset

Pemantauan
1.Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
Nilai standar : 
•PCO2 = 35 – 45 mmHg
•Saturasi O2 = 96 – 97 %
•PaO2 = 80 – 100 mmHg
•Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
•Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan.
•Bila PCO2 lebih kecil dari 35 mmHg, maka M.V diturunkan.
2.Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
3.Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah, sianosis, temperatur.
4.Auskultasi paru untuk mengetahui :
•letak tube
•perkembangan paru-paru yang simetris
•panjang tube
5.Periksa keseimbangan cairan setiap hari
6.Periksa elektrolit setiap hari
7.“Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg
8.“Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam
9.Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.
10.Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
•gelisah, kesadaran menurun
•sianosis
•distensi vena leher
•trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”
•salah satu dinding torak jadi mengembang
•pada perkusi terdapat timpani.

PEEP - indikasi dan kontraindikasi penggunaaan PEEP

PEEP adalah aplikasi dari konstan, tekanan positif pada jalan napas sehingga pada akhir ekspirasi tekanan tidak akan pernah kembali ke tekanan atmospire. PEEP dapat di ukur dalam cmH2O. Tipikal pengaturan untuk PEEP berkisar antara 5-20 cm H2O. tekanan positif biasanya dilakukan pada siklus ventilasi tetapi hal ini digunakan untuk efek fisiologis pada akhir ekspirasi. Dengan memanfaatkan tekanan positif pada akhir ekspirasi, PEEP merekrut atelectaksis alveoli, lebih dalam dengan memisahkan alveoli dan melembung kembali alveoli yang sudah paten, menyeimbangkan alveolar dan penutupan jalan nafas yang lebih kecil saat ekspirasi, dan mendistribusikan kembali cairan paru. PEEP mendistribusikan kembali cairan ekstravaskular paru dari alveoli ke ruang perifaskular, dimana dampak dari kelebihan cairan paru pada pertukaran gas telah dikurangi. Melalui mekanisme ini, PEEP mengurangi penyaluran intrapulmoner, meningkatkan kapasitas fungsional residual (FRC), meningkatkan pemenuhan, menurunkan jarak difusi untuk oksigen, dan meningkatkan oksigenasi.
PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami edema paru dan untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas).
Fungsi PEEP:
•Redistribusi cairan ekstravaskular paru
•Meningkatkan volume alveolus
•Mengembangkan alveoli yg kolaps 
PEEP ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien. Pada pasien dengan edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg. Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO2 dinaikan sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5 mmHg.
Catatan :
•Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %
•PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15 mmHg.

Indikasi
Cedera paru-paru akut dan sindrom pernapasan akut.
Edema paru kardiogenik
Diffuse pneumonia yang membutuhkan mekanik ventilasi
Atelektasis terkait dengan hipoksemia berat
Bentuk lain dari kegagalan pernapasan hypoxemic.

Kontraindikasi
Pneumothorax tanpa kateter pleura, Pneumothorax yang belum diobati
Hipovolemia 
Bronchopleural fistula
Peningkatan Tekanan intracranial
Pasien dengan COPD.

Setting ventilator mekanik yang sesuai untuk mengatasi setiap permasalahan oksigenasi dan ventilasi.

Komplikasi 
Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan ventilasi mekanik, yaitu :
1.Obstruksi jalan nafas
2.Hipertensi
3.Tension pneumotoraks
4.Atelektase
5.Infeksi pulmonal
6.Kelainan fungsi gastrointestinal ; dilatasi lambung, perdarahan gastrointestinal.
7.Kelainan fungsi ginjal
8.Kelainan fungsi susunan saraf pusat

Setelah ventilator mekanik disetting, gas darah arteri harus tetap dilakukan, umumnya 20 menit kemudian. Nilai gas darah arteri akan dikaji untuk menunjukkan keadekuatan oksigenasi dan ventilasi serta hubungan antara pulse oximeter nilai SaO2 dan nilai laboratorium SaO2. Penyesuaian ventilator diperlukan jika ada koreksi pada masalah oksigenasi dan ventilasi. 

Pengaturan ventilator dapat mengunakan bebrapa modus operasional tergantu indikasi kasus terkait.
Modus operasional ventilasi mekanik terdiri dari :
1. Controlled Ventilation
Ventilator mengontrol volume dan frekuensi pernafasan. Indikasi untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnoe. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.Ventilator tipe ini meningkatkan kerja pernafasan pasien.
2. Assist/Control
Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila pasien gagal untuk ventilasi, maka ventilator secara otomatis. Ventilator ini diatur berdasarkan atas frekuensi pernafasan yang spontan dari pasien, biasanya digunakan pada tahap pertama pemakaian ventilator.
3. Intermitten Mandatory Ventilation
Model ini digunakan pada pernafasan asinkron dalam penggunaan model kontrol, pasien dengan hiperventilasi. Pasien yang bernafas spontan dilengkapi dengan mesin dan sewaktu-waktu diambil alih oleh ventilator.
4. Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV)
SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot tidak begitu lelah dan efek barotrauma minimal. Pemberian gas melalui nafas spontan biasanya tergantung pada aktivasi pasien. Indikasi pada pernafasan spontan tapi tidal volume dan/atau frekuensi nafas kurang adekuat.
5. Positive End-Expiratory pressure
Modus yang digunakan dengan menahan tekanan akhir ekspirasi positif dengan tujuan untuk mencegah Atelektasis. Dengan terbukanya jalan nafas oleh karena tekanan yang tinggi, atelektasis akan dapat dihindari. Indikasi pada pasien yang menederita ARDS dan gagal jantung kongestif yang massif dan pneumonia difus. Efek samping dapat menyebabkan venous return menurun, barotrauma dan penurunman curah jantung.
6. Continious Positive Airway Pressure. (CPAP)
Ventilator ini berkemampuan untuk meningkatakan FRC. Biasanya digunakan untuk penyapihan ventilator.

Selasa, 26 Oktober 2010

achilles

menyerah akankah berarti kalah.
mungkin kali ini tidak.
saya hanya lelah.
saya lelah berlari.
lari dari sesuatu yang tak pasti.
mungkin ini saatnya.
saat untuk memberanikan diri.

bagaimana dengannya,,
apakah jg akan memberanikan diri.
mulailah untuk tersenyum.
mulailah untuk menyapa.
mulailah menyadari keberadaan tatapan mata.

kalau memang harus berakhir.
ya sudah lah.
jadilah perpisahan yang indah.

Minggu, 24 Oktober 2010

omigod



minggu malam,
ada apakah gerangan???

penampilan vidi yang ditunggu2, duet dg hudson a.k.a jesica.
seperti biasa suara vidi keren. hahaha. ^.^

"cinta jangan kau pergi.
tinggalkan diriku sendiri.
cinta jangan kau lari.
apalah arti,
hidup ini tanpa cinta dan kasih sayang..."


di akhir lagu, tiba-tiba sesuatu yang tak terduga terjadi -----> petir menyambar-nyambar (backsound : jedeerrrrrrr...jederrrrrrrrrrrrrr...)

hudson a.k.a jesica mendekati vidi. berpose mesra...
omigod. kacian vidi. demi profesionalismenya terpaksa...

vidi mati gaya. tampangnya lucu abiezzz, antara wajah terpaksa(mau nolak kagak bisa) dan tampang sakit perut nahan tawa..
ckckckck..

sabar vidi. cobaan hidup yang harus kamu tempuh memang berat.
semangat.. ^.~

Kamis, 21 Oktober 2010

Ramalan jodoh si Aquarius


Kecocokan berdasarkan zodiak.

Aquarius adalah sosok yang modern dan pecinta kebebasan. Bagi mereka intelektualitas dan kualitas adalah yang paling penting dalam suatu hubungan. Mereka berharap bahwa pasangannya adalah orang-orang yang modern dan terbuka, yang nyaman dan nyambung diajak ngobrol dan cerdas.

Aquarius Vs Aries

Walaupun orang melihat mereka tak ada masalah, namun sebenarnya kedua sosok ini adalah sosok yang bertolak belakang. Aquarius adalah sosok yang peduli pada masa depan, sedangkan Aries adalah orang yang berpikir masa sekarang saja. Aries cenderung berpikir pendek dan tidak berpikir panjang ke hal-hal detail. Inilah yang menyebabkan mereka sering kali bertengkar dan berbeda pendapat.



Aquarius Vs Taurus

Sebenarnya mereka bisa saja cocok, namun ada hal yang membuat keduanya tidak terlalu match satu sama lain. Aquarius adalah sosok pemimpi yang punya banyak impian dan ide. Sedangkan Taurus adalah orang yang realistis dan tidak ingin muluk-muluk. Ia juga orang yang keras kepala, sehingga keduanya sama-sama tidak ada yang mau mengalah jika berselisih paham.

Aquarius Vs Gemini

Keduanya adalah pasangan yang sangat cocok, suka berdiskusi dan berbicara soal hal apa saja. Mereka cenderung berpikir cepat dan mudah beradaptasi satu sama lain. Jiwa sosial keduanya sangat tinggi dan mereka menikmati hubungan yang ada. Keduanya juga pasangan yang cerdas dan saling mengagumi.

Aquarius Vs Cancer

Mereka bukan pasangan yang bisa bertahan lama dalam suatu hubungan. Aquarius adalah sosok yang dingin dan cuek, sedangkan Cancer adalah sosok momong dan hangat. Selalu saja ada perbedaan yang besar di antara mereka.

Aquarius Vs Leo

Jika Leo mau menerima kekurangan Aquarius, mereka akan menjadi pasangan yang serasi. Namun memang tidak mudah, karena Leo adalah sosok yang penuh tuntutan dan memiliki selera tersendiri. Sedangkan Aquarius tidak terlalu peduli penampilan dan kekeuh dengan pendapatnya.

Aquarius Vs Virgo

Virgo sangat mengagumi kecerdasan Aquarius. Pada awalnya mereka sangat menikmati hubungan mereka yang sangat menyenangkan. Tetapi giliran muncul perbedaan pendapat, dan mereka mulai bertengkar, mereka menyadari ada perbedaan cara berpikir satu sama lain. Dan mereka merasa tidak cocok. Hmmh, sepertinya mereka harus baca Cara Berkomunikasi dengan Pasangan nih..! Intinya ada pada komunikasi.

Aquarius Vs Libra

Mereka adalah sosok sahabat yang tak pernah berhenti bercerita, mereka merasa sangat nyaman bertukar cerita dan pendapat. Namun dalam hal asmara mereka tidak terlalu cocok. Jika memang mereka memaksakan untuk berhubungan, haruslah dicari suatu hal yang membuat keduanya saling tertarik.

Aquarius Vs Scorpio

Walaupun mereka saling menghormati satu sama lain, mereka bukanlah pasangan yang cocok karena Scorpio adalah sosok yang emosional sedangkan Aquarius tidak suka diganggu saat sedang marah dan cenderung suka menyendiri.

Aquarius Vs Sagittarius

Sagittarius bisa jadi sosok yang cocok untuk Aquarius, selama keduanya mau mengerti dan menerima kekurangan serta kelebihan masing-masing. Keduanya sama-sama pemimpi dan cinta kebebasan.

Aquarius Vs Capricorn

Capricorn senang dengan aturan hal-hal yang disiplin, sedangkan Aquarius adalah sosok yang pemberontak dan tidak suka aturan. Kesempatan untuk mereka berhubungan sih tetap ada, hanya tidak akan bertahan lama.

Aquarius Vs Aquarius

Suka bersosialisasi, idealis, mandiri, memiliki opini yang kuat, dan pasangan yang unik. Namun ternyata mereka hanya cocok sebagai sahabat saja, sebagai pasangan kekasih mereka tidak terlalu nyaman. Kecuali mereka berusaha menjaga komunikasi satu sama lain.

Aquarius Vs Pisces

Mereka hanya saling tertarik pada awalnya saja, namun perlahan rasa tertarik itu akan memudar. Hubungan mereka sangat moody, pasang surut seperti air laut. Hanya dengan kesabaran saja hubungan mereka bisa bertahan lama.

Lirik Lagu "Loveable" (Abdul and The Coffee Theory)

Meski ku sering mengeluh
Tentang semua tingkah lakumu
Maunya selalu mengatur aku

Tapi kau sangat perhatian
Apapun yang aku lakukakan
Kau ingatkan ku jangan lupa makan

Karna kamu so loveable buat aku
Karna kamu so loveable buat aku
Karna kamu so loveable buat aku
Karna kamu so loveable buat aku

Walaupun kamu sangat bawel
Komentariku ini itu
Dan ku tak tahu apa maumu

Kadang bajuku kurang rapi
Kadang s'patuku kurang mecing
Atau rambutkku yang berantakkan

Tapi kamu so loveable buat aku
Tapi kamu so loveable buat aku
Tapi kamu so loveable buat aku
Tapi kamu so loveable buat aku

Tak pernah ku merasa
Bosan dengan kamu
Jangan engkau lupa
Apapun tentang kamu

Loveable buat kau
Loveable buat kau
Loveable buat kau
Karna kamu so loveable buat aku
Loveable buat kau
Karna kamu so loveable buat aku
Karna kamu so loveable buat aku
Karna kamu so loveable buat aku

STANLY


STANLY itu keluarga.
STANLY itu ada si BBLR, si profesor, si big bos, si astagaNaga, si inem, si sepatu yg tak bisa lepas, si titan, si tukang dan si delegator.
STANLY itu kompak bgt. apalagi untuk urusan nyetan.
STANLY itu selalu ada saat tertawa senang menikmati tahun baru di bangli bersama.
STANLY itu juga selalu ada bahkan di saat sedih di bawah pohon leci.
STANLY itu tahu baik busuk anggota keluarga yang lain dan tetap menerima apa adanya mereka.
STANLY itu selalu akan terkenang.
STANLY itu ada tak akan terlupakan.
STANLY itu punya tempat istimewa di hati.
luph u my STANLY... ^^

Sabtu, 03 April 2010

PEMBEKUAN DARAH

FISIOLOGI PEMBEKUAN DARAH


I. PENDAHULUAN
Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak, agar tejadi perdarahan dari pembuluh darah dan tekanan dalam pembuluh darah harus lebih besar dari pada tekanan di luar untuk mendorong darah melalui kerusakan tersebut. Mekanisme hemostatik inheren dalam keadaan normal mampu menambal kebocoran dan menghentikan pengeluaran darah melalui kerusakan kecil dikapiler arteriol dan venula. Pembuluh-pembuluh kecil ini sering mengalami rupture oleh trauma-trauma minor yang terjadi sehari-hari. Trauma semacam ini adalh sumber tersering perdarahan, walaupun kita bahkan sering tidak menyadari bahwa telah terjadi kerusakan. Mekanisme hemostatok dalam keadaan normal menjaga agar kehilangan darah melalui trauma kecil tersebut tetap minimum.
Perdarahan dari pembuluh berukuran sedang atau besar yang lebih sering terjadi biasanya tidak dapat dihentikan oleh mekanisme hemostatik tubuh sendiri. Perdarahan akibat terpotongnya arteri lebih berat, sehingga lebih berbahaya dari perdarahan vena. Hal ini dikarenakan tekanan ke arah luar dari arteri lebih besar (yaitu tekanan darah arteri jauh lebih besar dari pada tekanan vena). tindakan-tindakan pertolongan pertama untuk arteri yang terpotong adalah penekanan eksternal pada luka dengan kekuatan yang lebih besar dari pada tekanan darah arteri untuk secara sementara menghentikan perdarahan sampai pembuluh ynag robek tersebut dapat ditutup secarah bedah. Perdarahan dari vena yang mengalami trauma sering kali dapat dihentikan hanya denga menghentikan bagian tubuh yang berdarah untuk mengurangi efek grafitasi pada tekanan di vena. Apabila penurunan tekanan di vena tidak cukup untuk menghentikan perdarahan, penekanan eksternal rinagn adekuat.
Hemostasis melibatkan tiga langkah utama : (1) spasme vaskuler, (2) pembentukan sumbat trombosit dan (3) koagulasi darah. Trombosit jelas berperan penting dalam membentuk sumbat trombosit, tapi sel ini juga member kontribusi pada dua langkah lainnya.

II. FAKTOR PEMBEKUAN DARAH
Faktor – faktor pembekuan darah :
I. Fibrinogen : precursor fibrin (protein terpolimerisasi)
II. Protrombin : precursor enzim proteolitik thrombin dan mungkin akselerator lain dan konversi protrombin
III. Tromboplastin : activator lipoprotein jaringan pada protrombin
IV. Kalsium : diperlukan untuk aktivasi protrombin dan pembentukan fibrin
V. Akselerator plasma globulin : suatu faktor plasma yang mempercepat konversi protrombin menjadi thrombin
VI. Akselerator konversi protrombin serum : suatu faktor serum yang mempercepat konversi protrombin
VII. Globulin antihemofilik (AHG) : suatu faktor plasma yang berkaitan dengan faktor ke III trombosit dan faktor chrismas (IX) : mengaktivasi protrombin
VIII. Faktor Crismas : faktor serum yang berkaitan dengan faktor-faktor trombosit III dan VIII mengaktivasi protrombin
IX. Faktor Stuart-Prower : suatu faktor plasma dan serum ; akselerator konversi protrombin
X. Pendahulu tromboplastin plasma (PTA) : suatu faktor plasma yang diaktivasi oleh faktor Hageman (XII); akselerator pembentukan thrombin
XI. Faktor Hageman : suatu faktor plasma ; mengaktivasi PTA (XI)
XII. Faktor penstabil fibrin : faktor plasma ; menghasilkan bekuan fibrin yang lebih kuat yang tidak larut di dalam urea
- Faktor Fletcher (prakalikrein); faktor pengaktivasi – kontak
- Faktor Fitzgerald (kininogen berat-molekul-tinggi); faktor pengaktivasi-kontak


III. PROSES PEMBEKUAN DARAH
A. Vasokonstriksi pembuluh darah
Pembuluh darah yang terpotong atau robek segera berkonstriksi akibat respon vaskuler inheren terhadap cedera dan vasokonstriksi yang diinduksi oleh rangsang simpatis. Kontriksi ini akan memperlambat aliran darah melalui defek, sehingga pengeluaran darah dapat diperkecil. Karena pemecahan endotel (bagian dalam) pembuluh saling menekan satu sama lain akibat spasme sekunder awal ini, endotel tersebut menjadi lengket dan melekat satu sama lain, kemudian menutup pembuluh yang rusak. ( Sherwood, 2001)
Menurut sumber lain, segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh darah yang pecah barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf dan spasme miogenik setempat. Refleks saraf dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat impuls lain dari pembuluh darah yang rusak. Kontraksi miogenik yang sebagian besar menyebabkan refleks saraf ini, terjadi karena kerusakan pada dinding pembuluh darah yang menimbulkan transmisi potensial aksi sepanjang pembuluh darah. Konstriksi suatu arterioul menyebabkan tertutupnya lumen arteri. (Guyton, 1997)

B. Pembentukan Sumbat Trombosit
Bila celah luka pada pembuluh darah berukuran sangat kecil dan setiap hari terbentuk banyak lubang yang sangat kecil. Maka lubang itu biasanya ditutup oleh sumbat trombosit, bukan oleh bekuan darah.

a. Ciri-ciri fisik dan kimia dari trombosit
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4 mikrometer. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, yaitu sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik dalam susmsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam susmsum tulang atau segera setelah memasuki darah, khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Trombosit mempunyai banyak ciri khas fungsional sebagai sebuah sel, walaupun tidak mempunyai inti dan tidak dapat bereproduksi. Di dalam sitoplasmanya terdapat faktor-faktor aktif seperti :
1. Molekul aktin dan miosin
Sama seperti yang terdapat dalam sel-sel otot, juga protein kontraktil lainnya, yaitu tromboplastin, yang dapat menyebabkan trombosit berkontraksi.
2. Sisa-sisa reticulum endoplasma dan apparatus golgi yang mensintesis berbagai enzim dan menyimpan sejumlah besar ion kalsium.
3. Mitokondria dan system enzim yang mampu membentuk adenosintriposfat dan adenositdiposfat (ADP).
4. System enzim yang mensintesis prostaglandin, yang merupakan hormone setempat yang menyababkan berbagai jenis reaksi pembauluh darah dan reaksi jaringan setempat lainnya.
5. Suatu protein penting yang disebut faktor stabilisasi fibrin.
6. Faktor pertumbuhan yang dapat menyebabkan penggandaan dan pertumbuhan sel endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah dan fibroblast, sehingga dapat menimbulkan pertumbuhan sel-sel untuk memperbaiki dinding pembuluh yang rusak.

Membrane sel trombosit juga penting. Di permukaannya terdapat lapisan glikoprotein yang menyebabkan trombosit dapat menghindari pelekatan pada endotel normal dan justru melekat pada daerah dinding pembuluh yang terluka, terutama pada sel-sel endotel yang rusak dan bahkan melekat pada jaringan kolagen yang terbuka di bagian dalam pembuluh.
Selain itu, membrane mengandung banyak fosfolipid yang berperan dalam mengaktifkan berbagai hal dalam proses pembekuan darah.trombosit merupakan struktur yang aktif. Waktu paruh hidupnya dalam darah ialah 8-12 hari. Trombosit itu kemudian diambil dari sirkulasi, terutama oleh system makrofag jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa, yaitu pada waktu darah melewati kisi-kisi trabekula yang rapat.


b. Mekanisme sumbat trombosit.
Trombosit melakukan perbaikan terhadap pembuluh yang rusak didasarkan pada beberapa fungsi penting dari trombosit itu sendiri : pada waktu trombosit bersinggungan dengan permukaan pembuluh yang rusak, misalnya dengan serat kolagen di dinding pembuluh atau bahkan dengan sel endotel yang rusak, maka sifat-sifat trombosit segera berubah dengan drastis. Trombosit itu mulai membengkak, bentuknya menjadi ireguler dengan tonjolan-tonjolan yang mencuat dari permukaannya ; protein kontraktilnya berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan pelepasan granula yang mengandung berbagai faktor aktif ; trombosit itu menjadi lengket, sehingga melekat pada serat kolagen; menyekressi sejumlah besar ADP; dan enzim-enzimnya membentuk tromboksan Az, yang juga disekresikan ke dalam darah. ADP dan tromboksan kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan, dan karena sifat lengket dari trombosit tambahan ini maka akan menyebabkannya melekat pada trombosit semula yang sudah aktif. Dengan demikian pada setiap lubang luka, dinding pembuluh yang rusak atau jarringan di luar pembuluh menimbulkan suatu siklus aktivasi trombosit yang jumlahnya terus meningkat yang menyebabkannya menarik lebih banyak lagi trombosit tambahan sehingga membentuk sumabt trombosit. Sumbat ini pada mulanya longgar namun biasanya berhasil menghalangi hilangnya darah bila luka di pembuluh ukurannya kecil. Setelah itu selama proses pembekuan darah selanjutnya, benang-benag fibrin terbentuk dan melekat pada trombosit sehingga terbentuklah sumbat yang rapat dan kuat.

c. Pentingnya metode trombosit untuk penutupan luka pembuluh.
Bila luka pada pembuluh ukurannya kecil, sumbat trombosit saja sudah cukup untuk menghentikan perdarahan. Bila lukanya besar, sebagai tambahan diperlukan bekuan darah untuk menghentikan perdarahan.
Mekanisme sumbat trombosit sangat penting untuk menutup luka-luka kecil pada pembuluh darah yang sangat kecil, yang terjadi ratusan kali setiap hari. Malah, berbagai lubang kecil pada sel endotel itu sendiri sering kali tertutup oleh trombosit yang bergabung dengan sel endotel untuk membentuk membrane sel endotel. Orang yang mempunyai trombosit sedikit sekali, setiap hari mengalami perdarahan kecil di bawah kulit dan di seluruh jaringan bagian dalam; pada orang normal hal ini tidak terjadi.

C. Pembekuan darah
Bekuan mulai terbentuk dalam 15-30 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan dalam 1-2 menit bila traumanya kecil. Banyak sekali zat yang mempengaruhi proses pembekuan darah salah satunya disebut dengan zat prokoagulan yang mempermudah terjadinya pembekuan dan sebaliknya zat yang menghambat proses pembekuan disebut dengan zat antikoagulan. Dalam keadaan normal zat antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak aktivitas prokoagulan di daerah yang rusak meningkat dan bekuan akan terbentuk. Pada dasarnya secara umum proses pembekuan darah melalui tiga langkah utama yaitu (1) pembentukan aktivator protombin sebagai reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah, (2) perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisa oleh aktivator protombin, dan (3) perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin oleh trombin yang akan menyaring trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah (Guyton, 1997).

a. Pembentukan aktivator protombin
Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Pada jalur ekstrinsik pembentukan dimulai dengan adanya peristiwa trauma pada dinding pembuluh darah sedangkan pada jalur intrinsik, pembentukan aktivator protombin berawal pada darah itu sendiri.

b. Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan sebagai berikut :
1) Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang luka. Yaitu fosfolipid dan satu glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim proteolitik.
2) Pengaktifan faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan glikoprotein jaringan dengan faktor VII dan bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim membentuk faktor X yang teraktivasi.
3) Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X yang teraktivasi yang dilepaskan dari tromboplastin jaringan . Kemudian berikatan dengan faktor V untuk membentuk suatu senyawa yang disebut aktivator protombin.

c. Mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan sebagai berikut :
1) Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma. Bila faktor XII terganggu misalnya karena berkontak dengan kolagen, maka ia akan berubah menjadi bentuk baru sebagai enzim proteolitik yang disebut dengan faktor XII yang teraktivasi.
2) Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI. Pada reaksi ini diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh prekalikrein.
3) Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.
4) Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja sama dengan faktor VIII dan fosfolipid trombosit dari trombosit yang rusak untuk mengaktifkan faktor X.
5) Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator protombin. Langkah dalam jalur intrinsik ini pada prinsipnya sama dengan langkah terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor X yang teraktivasi bergabung dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang disebut dengan activator protombin. Perbedaannya hanya terletak pada fosfolipid yang dalam hal ini berasal dari trombosit yang rusak dan bukan dari jaringan yang rusak. Aktivator protombin dalam beberapa detik mengawali pemecahan protombin menjadi trombin dan dilanjutkan dengan proses pembekuan selanjutnya.

d. Perubahan protombin menjadi thrombin (dikatalisis oleh activator protombin)
Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya pembuluh darah, activator protombin akan menyebabkan perubahan protombin menjadi trombin yang selanjutnya akan menyebabkan polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam 10-15 detik berikutnya. Pembentukan activator protombin adalah faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah. Protombin adalah protein plasma, suatu alfa 2 globulin yang dibentuk terus menerus di hati dan selalu dipakai untuk pembekuan darah. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin. Aktivator protombin sangat berpengaruh terhadap pembentukan trombin dari protombin. Yang kecepatannya berbanding lurus dangan jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan trombin yang terbentuk.

e. Perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin
Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan proteolitik dan bekerja terhadap fibrinogen dengan cara melepaskan 4 peptida yang berberat molekul kecil dari setiap molekul fibrinogen sehingga terbentuk molekul fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer lain sehingga terbentuk retikulum dari bekuan. Pada tingkat awal dari polimerisasi, molekul-molekul fibrin monomer saling berikatan melalui ikatan non kovalen yang lemah sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat daan mudah diceraiberaikan. Oleh karena itu untuk memperkuat jalinan fibrin tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam bentuk globulin plasma. Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor pemantap fibrin dapat bekerja terhadap benang fibrin harus diaktifkan lebih dahulu. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan kovalen diantara molekul fibrin monomer dan menimbulkan jembatan silang multiple diantara benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.

IV. KELAINAN PEMBEKUAN DARAH
Kelainan pada Hemostasis dan Koagulasi
1. Kelainan vaskuler
a. Telangiektasia hemoragik herediter ( penyakit Osler-Weber-Rendu) terda[at pada epistaksis dan perdarahan saluran cerna yang intermiten dan hebat. Telangiektasia difus umumnya terdapat pada masa dewasa, ditemukan pada mukosa bukal, lidah, hidung dan bibir, dan tampaknya meluas pada seluruh saluran cerna.
b. Sindrom Ehlers- Danlos, suatu penyakit herediter lain meliputi penurunan daya pengembangan ( compliance ) jaringan perivaskuler yang menyebabkan perdarahan hebat.
c. Purpura alergik atau purpura anafilaktoid, kerusakan imunologik pada pembuluh darah, ditandai dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai bokong.
Purpura Henoch-Schonlein, suatu trias purpura dan perdarahan mukosa, gejala- gejala saluran cerna dan atritis merupakan bentuk purpura alergik yang terutama mengenai anak-anak.

2. Trombositosis dan trombositopenia
• Trombositosis atau trombositemia merupaka suatu keadaan yang ditandai dengan terombosit berlebihan ( lebih dari 400.000/mm3 ). Trombositosis ini dapat dibagi menjadi dua yaitu primer (timbul dalam bentuk trombositemia primer yang terjadi proliferasi abnormal megakariosit dengan jumlah trombosit melebihi 1juta dimana patofisiologinya masih belium jelas tetapi di yakini berkaitan dengan kelainan kualitatif intrinsic fungsi trombosit serta akibat pengingkatan masa trombosit, waktu perdarahan biasanya memanjang) dan sekunder ( terjadi sebagai akibat adanya penyebab-penyebab lain baik secara sementara setelah stress atau olah raga dengan pelepasan trombosit dari sumber cadangan ( dari lien ) , atau dapat menyertai keadaan meningkatnya permintaan sumsum tulang seperti pada perdarahan, anemia hemolitik atau anemia defisiensi besi.)
• Trombositopenia didefinikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini dapat merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit

3. Gangguan faktor plasma herediter
• Hemofilia adalah kecenderungan perdarahan yang hampir selalu terjadi pada pria yang disebabkan defisiensi faktor VIII yang dikenal dengan nama hemofilia A atau hemofilia klasik. Faktor tersebut diturunkan secara resesif melalui kromosom wanita. Oleh karena itu hampir seluruh wanita tidak pernah menderita hemofilia karena paling sedikit satu dari duaa kromosom X nya mempunyai gen-gen sempurna. Tetapi bila salah satu kromosom X nya mengalami defisiensi maka akan menjadi carier hemofilia. Perdarahan pada hemofilia biasanya tidak terjadi kecuali mendaapat trauma. Faktor pembekuan VIII terdiri dari dua komponen yang terpisah. Komponen yang kecil sangat penting untuk jalur pembekuan intrinsic dan defisiensi komponen ini mengakibatkan hemofilia klasik. Tidak adanya komponen besar dari faktor pembekuan VIII menyebabkan penyakit willebrand.

4. Defisiensi faktor plasma didapat
• Perdarahan hebat akibat defisiensi vitamin K
Akibat kekurangan vitamin K, seseorang otomatis akan mengalami penurunan protombin, faktor VII, faktor IX, dan faktor X. Hampir seluruh faktor pembekuan dibentuk di hati. Oleh karena itu penyakit-penyakit hati seperti hepatitis, sirosis, acute yellow tropy dapat menghambat system pembekuan sehingga pasien mengalami perdarahan hebat. Vitamin K diperlukan untuk pembentukan faktor pembekuan yang sangat penting yaitu protombin, faktor IX, faktor X dan faktor VII. Vitamin K disintesis terus dalam usus oleh bakteri sehingga jarang terjadi defisiensi. Defisiensi vitamin K dapat terjadi pada orang yang mengalami gangguan absorbsi lemak pada traktus gastrointestinalis. Selain itu disebabkan juga karena kegagalan hati mensekresi empedu dalam traktus intestinalis akibat obstruksi saluran empedu.
• DIC ( koagulasi intrafaskuler diseminata) adalah sindrom kompleks yang system homeostatic dan fisiologik normalnya dalam mempertahankan darah agar tetap cair berubah menjadi suatu system patologik yang menyebabkan terbentuknya trombin fibrin difus, yang menyumbat mikrofaskular tubuh.





DAFTAR PUSTAKA

Arthur C. Guyton, John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Price. 1997. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jilid II. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Suddarth. Edisi 8. Vol. 2. Jakarta: EGC.

ASKEP TAMPONADE JANTUNG

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN TAMPONADE JANTUNG


A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. PENDAHULUAN
Jantung merupakan organ yang berfungsi sebagai pompa muscular dengan fungsi ganda dan pengaturan diri secara otomatis dan bagian-bagiannya bekerja sama untuk mengalirkan darah ke berbagai bagian tubuh. Sisi kanan jantung menerima darah yang miskin akan oksigen dari tubuh melalui vena cava superior dan vena cava inferior dan memompanya ke paru-paru melalui truncus pulmonalis untuk oksigenisasi, sedangkan sisi kiri menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru dan memeompanya ke dalam aorta untuk disalurkan ke tubuh. Jantung berpetak 4 : atrium dekstrum dan atrium sinistrum, serta ventrikulus dekster dan venytrikulus sinister. Dinding masing-masing ventrikulus jantung terdiri dari 3 lapisan :
 Endokardium
Merupakan lapisan dalam yang melapisi sentrikulus jantung dan katupnya.
 Miokardium
Merupakan lapisan tengah yang dibentuk oleh serabut otot jantung.
 Epikardium
Merupakan lapisan luar yang dibentuk oleh lamina visceralis pericardium serosum.
Perikardium adalah kantong fibroserosa berdinding ganda yang meliputi jantung dan pangkal pembuluh besar jantung.
(Moore, 2002. 58).














Gambar 1. Anatomi jantung.
2. DEFINISI
Tamponade jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat penumpukan cairan berlebihan di rongga perikard yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan hemodinamik (Dharma, 2009 : 67)
Tamponade jantung merupakan kompresi akut pada jantung yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraperikardial akibat pengumpulan darah atau cairan dalam pericardium dari rupture jantung, trauma tembus atau efusi yang progresif (Dorland, 2002 : 2174).
Tamponade adalah perembesan darah dari jantung ke dalam ruang pericardial sehingga menimbulkan kompresi yang proggresif pada jantung dan obstruksi pada vena-vena besar. (Mansjoer, dkk. 2000: 298).
Tamponade jantung merupakan salah satu komplikasi yang paling fatal dan memerlukan tindakan darurat. Terjadi penngumpulan cairan di pericardium dalam jumlah yang cukup untuk menghambat aliran darah ke ventrikel. (Mansjoer, dkk. 2001: 458)
Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah 250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat, karena pericardium mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan yang bertambah tersebut (Muttaqin, 2009 : 137).
Tamponade terjadi ketika ada akumulasi cairan pada ruang pericardium. Ini mengakibatkan elevasi pada tekanan intracardiac, penurunan diastole secara progresif dan berkelanjutan, mengurangi volume sekuncup dan cardiac output. (ENA, 2000: 128).
Tamponad terjadi bila jumlah efusi pericardial menyebabkan hambatan serius aliran darah ke jantung (gangguan diastolic ventrikel) (Panggabean, 2006 : 1604).
Jadi tamponade jantung adalah kompresi pada jantung yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraperikardial akibat pengumpulan darah atau cairan dalam pericardium (250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat) yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan hemodinamik, dimana ini merupakan salah satu komplikasi yang paling fatal dan memerlukan tindakan darurat.









Gambar 2. Penumpukan cairan pada perikardium
3. PENYEBAB
Etiologinya bermacam-macam yang paling banyak maligna, perikarditis, uremia dan trauma (ENA, 2000: 128).
Tamponade jantung bisa disebabkan karena neoplasma, perikarditis, uremia dan perdarahan ke dalam ruang pericardial akibat trauma, operasi, atau infeksi (Mansjoer, dkk. 2001 : 458).
Penyebab tersering adalah neoplasma, idiopatik dan uremia. Perdarahan intraperikard juga dapat terjadi akibat katerisasi jantung intervensi koroner, pemasangan pacu jantung, tuberculosis, dan penggunaan antikoagulan (Panggabean, 2006 : 1604).

4. TANDA DAN GEJALA
Gejala yang muncul bergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium. Bila terjadi secara lambat dapat memberi kesempatan mekanisme kompensasi seperti takikardi, peningkatan resistensi vascular perifer dan peningkatan volume intravaskular. Bila cepat, maka dalam beberapa menit bisa fatal.
Tamponade jantung akut biasanya disertai gejala peningkatan tekanan vena jugularis, pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik <100mmHg, dan bunyi jantung yang melemah. Sedangkan pada yang kronis ditemukan peningkatan tekanan vena jugularis, takikardi, dan pulsus paradoksus.
Keluhan dan gejala yang mungkin ada yaitu adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada atau yang diperkirakan menembus jantung, gelisah, pucat, keringat dingin, peninggian vena jugularis, pekak jantung melebar, suara jantung redup dan pulsus paradoksus. Trias classic beck berupa distensis vena leher, bunyi jantung melemah dan hipotensi didapat pada sepertiga penderita dengan tamponade. (Mansjoer, dkk. 2000: 298).
Gambaran klinis tamponade jantung meliputi takikardia, hipotensi, suara jantung yang redup atau pelan, dan distensi vena leher (yang menunjukkan peningkatan tekanan vena jugularis). Palsus paroduksus merupakan gambaran lain yang menandai perubahan yang tidak terduga tekanan vena. Penurunan tekanan sistolik yang semakin mencolok akan terjadi pada saat inspirasi. Suara jantung akan terdengar redup karena adanya cairan yang membungkus jantung sehingga menurunkan hantaran tonus jantung (Oman, 2008 : 269).
Menurut ENA (2000 : 129) tanda dan gejala yang muncul dapat berupa takipnea, tanda kusmaul (peningkatan tekanan vena saat inspirasi ketika bernafas spontan), Beck’s triad, distensi vena jugularis dari elevasi tekanan vena, pulsus paradoksus : sistolik menurun saat inspirasi 10 mm Hg atau lebih), tekanan nadi terbatas, takikardi, kulit dingin, kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis, dan penurunan tingkat kesadaran.



5. PATOFISIOLOGI
Tamponade jantung terjadi bila jumlah efusi pericardium menyebabkan hambatan serius aliran darah ke jantung ( gangguan diastolik ventrikel ). Penyebab tersering adalah neoplasma, dan uremi. (Penggabean, 2006 : 364 ). Neoplasma menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel secara abnorma pada otot jantung. Sehingga terjadi hiperplasia sel yang tidak terkontrol, yang menyebabakan pembentukan massa (tumor). Hal ini yang dapat mengakibatnya ruang pada kantong jantung (perikardium) terdesak sehingga terjadi pergesekan antara kantong jantung (perikardium) dengan lapisan paling luar jantung (epikardium). Pergesekan ini dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada perikarditis sehingga terjadi penumpukan cairan pada pericardium yang dapat menyebakan tamponade jantung. Uremia juga dapat menyebabkan tamponade jantung (Price, 2005 : 954). Dimana orang yang mengalami uremia, di dalam darahnya terdapat toksik metabolik yang dapat menyebabkan inflamasi (dalam hal ini inflamasi terjadi pada perikardium).
Selain itu , tamponade jantung juga dapat disebabkan akibat trauma tumpul/ tembus. Jika trauma ini mengenai ruang perikardium akan terjadi perdarahan sehingga darah banyak terkumpul di ruang perikardium. Hal ini mengakibatkan jantung terdesak oleh akumulasi cairan tersebut.














Gambar 3. Penekanan jantung akibat akumulasi cairan pada rongga pericardium.








POHON MASALAH














































































































6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Doppler.
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu dalam menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung pemeriksaan laboratorium dari pola hemodinamik pada tamponade.
(Nichols, 2006 : 257)
Selain itu pemeriksaan diagnostik lainnya dapat berupa :
• Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung
• EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude gelombang P dan QRS yang berkurang pada setiap gelombang berikutnya
• Echocardiografi adanya efusi pleura.
(Mansjoer, A., dkk. 2000: 298).
Menurut Braunwald (2001 : 167) hasil pemeriksaan Echocardiografi pada tamponade jantung menunjukkan :
1. Kolaps diastole pada atrium kanan
2. Kolaps diastole pada ventrikel kanan
3. Kolaps pada atrium kiri
4. Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup trikuspidalis dan terjadi penurunan pemasukan dari aliran katup mitral > 15 %
5. Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan dengan penurunan pemasukan dari ventrikel kiri
6. Penurunan pemasukan dari katup mitral .
7. Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri












Gambar 4 . Echocardiogram pada tamponade jantung.

Karakteristik tamponade jantung pada pemeriksaan EKG :
• Amplitudo rendah pada semua sadapan (terjadi karena cairan akan meredam curah listrik jantung).
• Fenomena elektrikal alternans (aksis listrik jantung berubah-ubah pada setiap denyutan). Tampak di EKG perubahan amplitudo tiap kompleks QRS, terjadi karena jantung berotasi secara bebas dalam kantung perikard yang berisi cairan.
(Dharma, 2009 : 67).






















Gambar 5. EKG pada tamponade jantung


7. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI PENGOBATAN
Pada keadaan ini dapat dilakukan perikardiosintesis. Sebuah jarum berongga ukuran 16 sepanjang 6 inci ditusukkan di bawah prosesus xifoideus dan diarahkan ke apeks jantung. Jarum tersebut kemudian dihubungkan dengan alat EKG 12 sadapan melalui klem aligator untuk membantu menentukan apakah jarumnya mengenai jantung. Defleksi yang tajam akan terlihat pada pola EKG. Perikardiosintesis dapat disertai dengan denyut jantung false-positive yang signifikan karena klinisi bisa saja mengaspirasi darah yang berasal dari ventrikel kanan sendiri. Petunjuk yang akan mengarahkan pengambilan keputusan adalah bahwa darah yang bersal dari kantong perikardium biasanya tidak akan membeku. Yang paling baik, perikardiosistesis adalah prosedur yang bersifat sementara untuk memperbaiki fungsi jantung sambil menunggu pembedahan. Di beberapa rumah sakit, lubang atau jendela pada selaput perikardium dibuat secara darurat di UGD oleh dokter bedah atau dokter spesialis kardiotoraks.
(Oman, 2008 : 269).

















Gambar 6. Perikardiosintesis.

Penatalaksanaan pra rumah sakit bagi temponade cardio pada tingkat EMP-A memerlukan transportasi cepat ke rumah sakit. Ini merupakan satu dari beberapa kedaruratan yang harus ditransport dengan sirine dan lampu merah.
Perhatian ketat harus dicurahkan untuk menghindari pemberian cairan berlebihan ke pasien. Sering sukar membedakan antara temponade pericardium dan “tension pneumotoraks” tanpa bantuan radiograph. EMT harus cermat mengamati penderita dan mengingatkan dokter di rumah sakit terhadap kemungkinan tamponade pericardium.
Pada tingkat paramedic EMT, setelah diagnositik dan konsultasi ke dokter rumah sakit, tamponade pericardium dapat diaspirasi. Aspirasi dapat dilakukan dengan menggunakan jarum interkardiak untuk suntikan ephineprin, dengan hanya menarik penuh semprit yang kosong. Pendekatannya dari subxifoid, menuju scapula kiri tepat seperti suntikan intrakardia. Perbedaannya dalam memasukkan jarum selanjutnya. Pemasukan jarum harus dihentika tepat setelah memasuki kantong pericardium, sebelum masuk ke ventrikel (lihat gambar). Identifikasi lokasi ujung jarum dengan tepat dapat dibantu dengan menempatkan sadapan V elektrograf ke batang baja. Jarum ini dengan klem “alligator”. Sewaktu jarum dimasukkan, segera dapat diketahui arus luka sewaktu ujung jarum menyentuh miokardium. Dengan menarik mundur sedikit ke kantong pericardium, EMT kemudian dapat mengaspirasi darah tanpa mencederai myocardium.
Seratus lima puluh sampai 250 ml darah di kantong pericardium sudah cukup untuk menimbulkan tamponade berat. Pengambilan beberapa milliliter bisa mengurangi tekanan yang memungkinkan peningkatan curah jantung pasien, peningkatan tekanan darah distal dan penurunan tekanan di sisi kanannya. Prasat ini (mengeluarkan 50-75 ml darah) merupakan tindakan yang menyelamatkan nyawa pada tamponade berat. Harus diingat bahwa terapi ini bukan definitif melaikan hanya suatu tindakan sementara sampai penderita bisa dibawa ke kamar operasi, tempat dapat dilakukan perikardiotomi formal sebelum penatalaksanaan difinitive masalah jantung dengan anastesi lokal. Perlukaan pada pembuluh darah jantung dan struktur vaskuler intertoraks ditangani dalam masa pra rumah sakit seperti syok hemoragik lainnya dengan pakaian anti syok dan infus IV. (Boswick, 1997 : 80). Pemberian oksigen sesuai indikasi juga diperlukan untuk pasien tamponade, agar mencegah terjadinya hipoksia jaringan akibat oksigen yang tidak adekuat karena penurunan curah jantung.




























B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
• PENGKAJIAN PRIMER
Data Subyektif
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a) Cedera tumpul atau cedera tembus pada dada, leher punggung atau perut.
b) Perbaikan pada lesi jantung.
c) Dispnea
d) Cemas
e) Nyeri dada
f) Lemah
2. Riwayat Kesehatan
a) Penyakit jantung
b) Penyakit infeksi dan neoplastik.
c) Penyakit ginjal

Data Obyektif
1. Airway
- Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala.
2. Breathing
- Takipnea
- Tanda Kusmaul : peningkatan tekanan vena saat inspirasi ketika bernafas spontan
3. Circulation
- takikardi,
- peningkatan volume vena intravaskular.
- pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik <100mmHg,
- pericardial friction rub,
- pekak jantung melebar,
- Trias classic beck berupa :
o distensis vena leher,
o bunyi jantung melemah / redup dan
o hipotensi didapat pada sepertiga penderita dengan tamponade.
- tekanan nadi terbatas,
- kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis,
4. Disability
- Penurunan tingakat kesadaran

• PENGKAJIAN SEKUNDER
a) Exposure
- Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.










Gambar 7. Terdapat jejas pada dada.

b) Five Intervensi
- Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung
- EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude gelombang P dan QRS yang berkurang pada setiap gelombang berikutnya
- Echocardiografi adanya efusi pleura.
Hasil pemeriksaan Echocardiografi pada tamponade jantung menunjukkan :
o Kolaps diastole pada atrium kanan
o Kolaps diastole pada ventrikel kanan
o Kolaps pada atrium kiri
o Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup trikuspidalis dan terjadi penurunan pemasukan dari aliran katup mitral > 15 %
o Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan dengan penurunan pemasukan dari ventrikel kiri
o Penurunan pemasukan dari katup mitral .
o Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri
- Pemeriksaan Doppler.
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu dalam menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung pemerikasaan laboraturium dari pola hemodinamik pada tamponade.
c) Give Comfort
- Tidak terdapat tanda dan gejala
d) Head to Toe
- Kepala dan wajah : pucat, bibir sianosis.
- Leher : peninggian vena jugularis.
- Dada : ada jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada, tanda kusmaul, takipnea, bunyi jantung melemah / redup dan pekak jantung melebar.
- Abdomen dan pinggang : tidak ada tanda dan gejala.
- Pelvis dan Perineum : tidak ada tanda dan gejala.
- Ekstrimitas : pucat, kulit dingin, jari tangan dan kaki sianosis.
e) Inspeksi Back / Posterior Surface
- Tidak ada tanda dan gejala.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea, tanda kusmaul.
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari tangan dan kaki sianosis,
c. Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal, penurunan kesadaran, kulit pucat, sianosis, akral dingin.

3. PERENCANAAN
 Dx 1 : Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea, tanda kusmaul.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria hasil :
• Takipnea tidak ada
• Tanda kusmaul tidak ada
• TTV dalam rentang batas normal (RR : 16 – 20 X/ mnt).

No. Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Pantau ketat tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan Perubahan pola nafas dapat mempengaruhi tanda-tanda vital
2. Monitor isi pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan, nafas bibir dan penggunaan otot bantu pernafasan Pengembangan dada dan penggunaan otot Bantu pernapasan mengindikasikan gangguan pola nafas
3. Berikan posisi semifowler jika tidak kontrainndikasi Mempermudah ekspansi paru
4. Ajarkan klien nafas dalam Dengan latihan nafas dalam dapat meningkatkan pemasukan oksigen
Kolaborasi
5.. Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat dapat menghindari resiko kerusakan jaringan
6. Berikan obat sesuai indikasi Medikasi yang tepat dapat mempengaruhi ventilasi pernapasan


 Dx 2 :
Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari tangan dan kaki sianosis,
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 10 menit diharapkan curah jantung ke seluruh tubuh adekuat dengan kriteria hasil :
• TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg).
• Nadi perifer teraba kuat
• Suara jantung normal.
• Sianosis dan pucat tidak ada.
• Kulit teraba hangat
• EKG normal
• Distensi vena jugularis tidak ada.

No. Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Monitor TTV berkelanjutan TTV merupakan indicator keadaan umum tubuh (jantung).
2. Auskultasi suara jantung, kaji frekuensi dan irama jantung. Perubahan suara, frekuensi dan irama jantung dapat mengindikasikan adanya penurunan curah jantung.
3. Palpasi nadi perifer dan periksa pengisian perifer. Curah jantung yang kurang mempengaruhi kuat dan lemahnya nadi perifer.
4. Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat. Penurunan curah jantung menyebabkan aliran ke perifer menurun.
5. Kaji adanya distensi vena jugularis Tamponade jantung menghambat aliran balik vena sehingga terjadi distensi pada vena jugularis.
Kolaborasi :
6. Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat mencegah hipoksia.
7. Berikan cairan intravena sesuai indikasi atau untuk akses emergency. Mencegah terjadinya kekurangan cairan.
8. Periksa EKG, foto thorax, echocardiografi dan doppler sesuai indikasi. Pada tamponade jantung, terjadi abnormalitas irama jantung dan terdapat siluet pembesaran jantung.
9. Lakukan tindakan perikardiosintesis. Dengan perikardiosintesis cairan dalam ruang pericardium dapat keluar.


 Dx 3 :
Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal, penurunan kesadaran, kulit pucat, sianosis, akral dingin.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 15 menit diharapkan perfusi jaringan adekuat dengan kriteria hasil :
• Nadi teraba kuat
• TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg)
• Tingkat kesadaran composmentis
• Sianosis atau pucat tidak ada
• Nadi teraba lemah, terdapat sianosis,
• Akral teraba hangat






No. Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Awasi tanda-tanda vital secara intensif
Perubahan tanda-tanda vital seperti takikardi akibat dari kompensasi jantung untuk memenuhi suplai O2.
2. Pantau adanya ketidakadekuatan perfusi (kulit : dingin dan pucat, sianosis) Menunjukkan adanya ketidakadekuatan perfusi jaringan

3. Pantau GCS
Penurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran
4. Anjurkan untuk bed rest/ istirahat total Menurunkan kebutuhan oksigen



4. EVALUASI
Disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai




















DAFTAR PUSTAKA

Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Braunwald, Eugene. dkk. 2001. Essential Atlas of Heart Diseases. 2nd Ed. Philadelphia : Current Medicine.
Darma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta : EGC.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
ENA. 2000. Emergency Nursing Core Curiculum. 5th Ed. USA : WB. Saunders Company.
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid pertama. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius.
Mansjoer, A., dkk. 2000 . Kapita Selekta Kedokteran.Jilid kedua. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius.
Moore, Keith. L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Nichols, David G. dkk. 2006. Critical Heart Disease in Infant and Children. Second Edition. USA : Elsevier.
Oman, K. S. 2000. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Terjemahan Andry hartono. 2008. Jakarta : EGC.
Panggabean M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Price, S. A. 2000. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Vol. 2. Edisi 6. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 : Definisi & Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika.
Smeltzer,C.S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC

Jumat, 02 April 2010