OM SWASTIASTU
WELCOME TO MY BLOG
Loading...

Sabtu, 03 April 2010

PEMBEKUAN DARAH

FISIOLOGI PEMBEKUAN DARAH


I. PENDAHULUAN
Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak, agar tejadi perdarahan dari pembuluh darah dan tekanan dalam pembuluh darah harus lebih besar dari pada tekanan di luar untuk mendorong darah melalui kerusakan tersebut. Mekanisme hemostatik inheren dalam keadaan normal mampu menambal kebocoran dan menghentikan pengeluaran darah melalui kerusakan kecil dikapiler arteriol dan venula. Pembuluh-pembuluh kecil ini sering mengalami rupture oleh trauma-trauma minor yang terjadi sehari-hari. Trauma semacam ini adalh sumber tersering perdarahan, walaupun kita bahkan sering tidak menyadari bahwa telah terjadi kerusakan. Mekanisme hemostatok dalam keadaan normal menjaga agar kehilangan darah melalui trauma kecil tersebut tetap minimum.
Perdarahan dari pembuluh berukuran sedang atau besar yang lebih sering terjadi biasanya tidak dapat dihentikan oleh mekanisme hemostatik tubuh sendiri. Perdarahan akibat terpotongnya arteri lebih berat, sehingga lebih berbahaya dari perdarahan vena. Hal ini dikarenakan tekanan ke arah luar dari arteri lebih besar (yaitu tekanan darah arteri jauh lebih besar dari pada tekanan vena). tindakan-tindakan pertolongan pertama untuk arteri yang terpotong adalah penekanan eksternal pada luka dengan kekuatan yang lebih besar dari pada tekanan darah arteri untuk secara sementara menghentikan perdarahan sampai pembuluh ynag robek tersebut dapat ditutup secarah bedah. Perdarahan dari vena yang mengalami trauma sering kali dapat dihentikan hanya denga menghentikan bagian tubuh yang berdarah untuk mengurangi efek grafitasi pada tekanan di vena. Apabila penurunan tekanan di vena tidak cukup untuk menghentikan perdarahan, penekanan eksternal rinagn adekuat.
Hemostasis melibatkan tiga langkah utama : (1) spasme vaskuler, (2) pembentukan sumbat trombosit dan (3) koagulasi darah. Trombosit jelas berperan penting dalam membentuk sumbat trombosit, tapi sel ini juga member kontribusi pada dua langkah lainnya.

II. FAKTOR PEMBEKUAN DARAH
Faktor – faktor pembekuan darah :
I. Fibrinogen : precursor fibrin (protein terpolimerisasi)
II. Protrombin : precursor enzim proteolitik thrombin dan mungkin akselerator lain dan konversi protrombin
III. Tromboplastin : activator lipoprotein jaringan pada protrombin
IV. Kalsium : diperlukan untuk aktivasi protrombin dan pembentukan fibrin
V. Akselerator plasma globulin : suatu faktor plasma yang mempercepat konversi protrombin menjadi thrombin
VI. Akselerator konversi protrombin serum : suatu faktor serum yang mempercepat konversi protrombin
VII. Globulin antihemofilik (AHG) : suatu faktor plasma yang berkaitan dengan faktor ke III trombosit dan faktor chrismas (IX) : mengaktivasi protrombin
VIII. Faktor Crismas : faktor serum yang berkaitan dengan faktor-faktor trombosit III dan VIII mengaktivasi protrombin
IX. Faktor Stuart-Prower : suatu faktor plasma dan serum ; akselerator konversi protrombin
X. Pendahulu tromboplastin plasma (PTA) : suatu faktor plasma yang diaktivasi oleh faktor Hageman (XII); akselerator pembentukan thrombin
XI. Faktor Hageman : suatu faktor plasma ; mengaktivasi PTA (XI)
XII. Faktor penstabil fibrin : faktor plasma ; menghasilkan bekuan fibrin yang lebih kuat yang tidak larut di dalam urea
- Faktor Fletcher (prakalikrein); faktor pengaktivasi – kontak
- Faktor Fitzgerald (kininogen berat-molekul-tinggi); faktor pengaktivasi-kontak


III. PROSES PEMBEKUAN DARAH
A. Vasokonstriksi pembuluh darah
Pembuluh darah yang terpotong atau robek segera berkonstriksi akibat respon vaskuler inheren terhadap cedera dan vasokonstriksi yang diinduksi oleh rangsang simpatis. Kontriksi ini akan memperlambat aliran darah melalui defek, sehingga pengeluaran darah dapat diperkecil. Karena pemecahan endotel (bagian dalam) pembuluh saling menekan satu sama lain akibat spasme sekunder awal ini, endotel tersebut menjadi lengket dan melekat satu sama lain, kemudian menutup pembuluh yang rusak. ( Sherwood, 2001)
Menurut sumber lain, segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga aliran darah dari pembuluh darah yang pecah barkurang. Kontraksi terjadi akibat refleks syaraf dan spasme miogenik setempat. Refleks saraf dicetuskan oleh rasa nyeri atau lewat impuls lain dari pembuluh darah yang rusak. Kontraksi miogenik yang sebagian besar menyebabkan refleks saraf ini, terjadi karena kerusakan pada dinding pembuluh darah yang menimbulkan transmisi potensial aksi sepanjang pembuluh darah. Konstriksi suatu arterioul menyebabkan tertutupnya lumen arteri. (Guyton, 1997)

B. Pembentukan Sumbat Trombosit
Bila celah luka pada pembuluh darah berukuran sangat kecil dan setiap hari terbentuk banyak lubang yang sangat kecil. Maka lubang itu biasanya ditutup oleh sumbat trombosit, bukan oleh bekuan darah.

a. Ciri-ciri fisik dan kimia dari trombosit
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4 mikrometer. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, yaitu sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik dalam susmsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam susmsum tulang atau segera setelah memasuki darah, khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Trombosit mempunyai banyak ciri khas fungsional sebagai sebuah sel, walaupun tidak mempunyai inti dan tidak dapat bereproduksi. Di dalam sitoplasmanya terdapat faktor-faktor aktif seperti :
1. Molekul aktin dan miosin
Sama seperti yang terdapat dalam sel-sel otot, juga protein kontraktil lainnya, yaitu tromboplastin, yang dapat menyebabkan trombosit berkontraksi.
2. Sisa-sisa reticulum endoplasma dan apparatus golgi yang mensintesis berbagai enzim dan menyimpan sejumlah besar ion kalsium.
3. Mitokondria dan system enzim yang mampu membentuk adenosintriposfat dan adenositdiposfat (ADP).
4. System enzim yang mensintesis prostaglandin, yang merupakan hormone setempat yang menyababkan berbagai jenis reaksi pembauluh darah dan reaksi jaringan setempat lainnya.
5. Suatu protein penting yang disebut faktor stabilisasi fibrin.
6. Faktor pertumbuhan yang dapat menyebabkan penggandaan dan pertumbuhan sel endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah dan fibroblast, sehingga dapat menimbulkan pertumbuhan sel-sel untuk memperbaiki dinding pembuluh yang rusak.

Membrane sel trombosit juga penting. Di permukaannya terdapat lapisan glikoprotein yang menyebabkan trombosit dapat menghindari pelekatan pada endotel normal dan justru melekat pada daerah dinding pembuluh yang terluka, terutama pada sel-sel endotel yang rusak dan bahkan melekat pada jaringan kolagen yang terbuka di bagian dalam pembuluh.
Selain itu, membrane mengandung banyak fosfolipid yang berperan dalam mengaktifkan berbagai hal dalam proses pembekuan darah.trombosit merupakan struktur yang aktif. Waktu paruh hidupnya dalam darah ialah 8-12 hari. Trombosit itu kemudian diambil dari sirkulasi, terutama oleh system makrofag jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa, yaitu pada waktu darah melewati kisi-kisi trabekula yang rapat.


b. Mekanisme sumbat trombosit.
Trombosit melakukan perbaikan terhadap pembuluh yang rusak didasarkan pada beberapa fungsi penting dari trombosit itu sendiri : pada waktu trombosit bersinggungan dengan permukaan pembuluh yang rusak, misalnya dengan serat kolagen di dinding pembuluh atau bahkan dengan sel endotel yang rusak, maka sifat-sifat trombosit segera berubah dengan drastis. Trombosit itu mulai membengkak, bentuknya menjadi ireguler dengan tonjolan-tonjolan yang mencuat dari permukaannya ; protein kontraktilnya berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan pelepasan granula yang mengandung berbagai faktor aktif ; trombosit itu menjadi lengket, sehingga melekat pada serat kolagen; menyekressi sejumlah besar ADP; dan enzim-enzimnya membentuk tromboksan Az, yang juga disekresikan ke dalam darah. ADP dan tromboksan kemudian mengaktifkan trombosit yang berdekatan, dan karena sifat lengket dari trombosit tambahan ini maka akan menyebabkannya melekat pada trombosit semula yang sudah aktif. Dengan demikian pada setiap lubang luka, dinding pembuluh yang rusak atau jarringan di luar pembuluh menimbulkan suatu siklus aktivasi trombosit yang jumlahnya terus meningkat yang menyebabkannya menarik lebih banyak lagi trombosit tambahan sehingga membentuk sumabt trombosit. Sumbat ini pada mulanya longgar namun biasanya berhasil menghalangi hilangnya darah bila luka di pembuluh ukurannya kecil. Setelah itu selama proses pembekuan darah selanjutnya, benang-benag fibrin terbentuk dan melekat pada trombosit sehingga terbentuklah sumbat yang rapat dan kuat.

c. Pentingnya metode trombosit untuk penutupan luka pembuluh.
Bila luka pada pembuluh ukurannya kecil, sumbat trombosit saja sudah cukup untuk menghentikan perdarahan. Bila lukanya besar, sebagai tambahan diperlukan bekuan darah untuk menghentikan perdarahan.
Mekanisme sumbat trombosit sangat penting untuk menutup luka-luka kecil pada pembuluh darah yang sangat kecil, yang terjadi ratusan kali setiap hari. Malah, berbagai lubang kecil pada sel endotel itu sendiri sering kali tertutup oleh trombosit yang bergabung dengan sel endotel untuk membentuk membrane sel endotel. Orang yang mempunyai trombosit sedikit sekali, setiap hari mengalami perdarahan kecil di bawah kulit dan di seluruh jaringan bagian dalam; pada orang normal hal ini tidak terjadi.

C. Pembekuan darah
Bekuan mulai terbentuk dalam 15-30 detik bila trauma pembuluh sangat hebat dan dalam 1-2 menit bila traumanya kecil. Banyak sekali zat yang mempengaruhi proses pembekuan darah salah satunya disebut dengan zat prokoagulan yang mempermudah terjadinya pembekuan dan sebaliknya zat yang menghambat proses pembekuan disebut dengan zat antikoagulan. Dalam keadaan normal zat antikoagulan lebih dominan sehingga darah tidak membeku. Tetapi bila pembuluh darah rusak aktivitas prokoagulan di daerah yang rusak meningkat dan bekuan akan terbentuk. Pada dasarnya secara umum proses pembekuan darah melalui tiga langkah utama yaitu (1) pembentukan aktivator protombin sebagai reaksi terhadap pecahnya pembuluh darah, (2) perubahan protombin menjadi trombin yang dikatalisa oleh aktivator protombin, dan (3) perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin oleh trombin yang akan menyaring trombosit, sel darah, dan plasma sehingga terjadi bekuan darah (Guyton, 1997).

a. Pembentukan aktivator protombin
Aktivator protombin dapat dibentuk melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Pada jalur ekstrinsik pembentukan dimulai dengan adanya peristiwa trauma pada dinding pembuluh darah sedangkan pada jalur intrinsik, pembentukan aktivator protombin berawal pada darah itu sendiri.

b. Mekanisme ekstrinsik sebagai awal pembekuan sebagai berikut :
1) Pelepasan tromboplastin jaringan yang dilepaskan oleh jaringan yang luka. Yaitu fosfolipid dan satu glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim proteolitik.
2) Pengaktifan faktor X yang dimulai dengan adanya penggabungan glikoprotein jaringan dengan faktor VII dan bersama fosfolipid bekerja sebagai enzim membentuk faktor X yang teraktivasi.
3) Terjadinya ikatan dengan fosfolipid sebagai efek dari faktor X yang teraktivasi yang dilepaskan dari tromboplastin jaringan . Kemudian berikatan dengan faktor V untuk membentuk suatu senyawa yang disebut aktivator protombin.

c. Mekanisme intrinsik sebagai awal pembekuan sebagai berikut :
1) Pengaktifan faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit oleh darah yang terkena trauma. Bila faktor XII terganggu misalnya karena berkontak dengan kolagen, maka ia akan berubah menjadi bentuk baru sebagai enzim proteolitik yang disebut dengan faktor XII yang teraktivasi.
2) Pengaktifan faktor XI yang disebabkan oleh karena faktor XII yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor XI. Pada reaksi ini diperlukan HMW kinogen dan dipercepat oleh prekalikrein.
3) Pengaktifan faktor IX oleh faktor XI yang teraktivasi. Faktor XI yang teraktivasi bekerja secara enzimatik terhadap faktor IX dan mengaktifkannya.
4) Pengaktifan faktor X oleh faktor IX yang teraktivasi yang bekerja sama dengan faktor VIII dan fosfolipid trombosit dari trombosit yang rusak untuk mengaktifkan faktor X.
5) Kerja dari faktor X yang teraktivasi dalam pembentikan aktivator protombin. Langkah dalam jalur intrinsik ini pada prinsipnya sama dengan langkah terakhir dalam jalur ekstrinsik. Faktor X yang teraktivasi bergabung dengan faktor V dan fosfolipid trombosit untuk membentuk suatu kompleks yang disebut dengan activator protombin. Perbedaannya hanya terletak pada fosfolipid yang dalam hal ini berasal dari trombosit yang rusak dan bukan dari jaringan yang rusak. Aktivator protombin dalam beberapa detik mengawali pemecahan protombin menjadi trombin dan dilanjutkan dengan proses pembekuan selanjutnya.

d. Perubahan protombin menjadi thrombin (dikatalisis oleh activator protombin)
Setelah activator protombin terbentuk sebagai akibat pecahnya pembuluh darah, activator protombin akan menyebabkan perubahan protombin menjadi trombin yang selanjutnya akan menyebabkan polimerisasi molekul-molekul fibrinogen menjadi benang-benang fibrin dalam 10-15 detik berikutnya. Pembentukan activator protombin adalah faktor yang membatasi kecepatan pembekuan darah. Protombin adalah protein plasma, suatu alfa 2 globulin yang dibentuk terus menerus di hati dan selalu dipakai untuk pembekuan darah. Vitamin K diperlukan oleh hati untuk pembekuan protombin. Aktivator protombin sangat berpengaruh terhadap pembentukan trombin dari protombin. Yang kecepatannya berbanding lurus dangan jumlahnya. Kecepatan pembekuan sebanding dengan trombin yang terbentuk.

e. Perubahan fibrinogen menjadi benang fibrin
Trombin merupakan enzim protein yang mempunyai kemampuan proteolitik dan bekerja terhadap fibrinogen dengan cara melepaskan 4 peptida yang berberat molekul kecil dari setiap molekul fibrinogen sehingga terbentuk molekul fibrin monomer yang mempunyai kemampuan otomatis berpolimerisasi dengan molekul fibrin monomer lain sehingga terbentuk retikulum dari bekuan. Pada tingkat awal dari polimerisasi, molekul-molekul fibrin monomer saling berikatan melalui ikatan non kovalen yang lemah sehingga bekuan yang dihasilkan tidaklah kuat daan mudah diceraiberaikan. Oleh karena itu untuk memperkuat jalinan fibrin tersebut terdapaat faktor pemantap fibrin dalaam bentuk globulin plasma. Globulin plasma dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap dalam bekuan. Sebelum faktor pemantap fibrin dapat bekerja terhadap benang fibrin harus diaktifkan lebih dahulu. Kemudian zat yang telah aktif ini bekerja sebagai enzim untuk menimbulkan ikatan kovalen diantara molekul fibrin monomer dan menimbulkan jembatan silang multiple diantara benang-benang fibrin yang berdekatan sehingga menambah kekuatan jaringan fibrin secara tiga dimensi.

IV. KELAINAN PEMBEKUAN DARAH
Kelainan pada Hemostasis dan Koagulasi
1. Kelainan vaskuler
a. Telangiektasia hemoragik herediter ( penyakit Osler-Weber-Rendu) terda[at pada epistaksis dan perdarahan saluran cerna yang intermiten dan hebat. Telangiektasia difus umumnya terdapat pada masa dewasa, ditemukan pada mukosa bukal, lidah, hidung dan bibir, dan tampaknya meluas pada seluruh saluran cerna.
b. Sindrom Ehlers- Danlos, suatu penyakit herediter lain meliputi penurunan daya pengembangan ( compliance ) jaringan perivaskuler yang menyebabkan perdarahan hebat.
c. Purpura alergik atau purpura anafilaktoid, kerusakan imunologik pada pembuluh darah, ditandai dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai bokong.
Purpura Henoch-Schonlein, suatu trias purpura dan perdarahan mukosa, gejala- gejala saluran cerna dan atritis merupakan bentuk purpura alergik yang terutama mengenai anak-anak.

2. Trombositosis dan trombositopenia
• Trombositosis atau trombositemia merupaka suatu keadaan yang ditandai dengan terombosit berlebihan ( lebih dari 400.000/mm3 ). Trombositosis ini dapat dibagi menjadi dua yaitu primer (timbul dalam bentuk trombositemia primer yang terjadi proliferasi abnormal megakariosit dengan jumlah trombosit melebihi 1juta dimana patofisiologinya masih belium jelas tetapi di yakini berkaitan dengan kelainan kualitatif intrinsic fungsi trombosit serta akibat pengingkatan masa trombosit, waktu perdarahan biasanya memanjang) dan sekunder ( terjadi sebagai akibat adanya penyebab-penyebab lain baik secara sementara setelah stress atau olah raga dengan pelepasan trombosit dari sumber cadangan ( dari lien ) , atau dapat menyertai keadaan meningkatnya permintaan sumsum tulang seperti pada perdarahan, anemia hemolitik atau anemia defisiensi besi.)
• Trombositopenia didefinikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3. Jumlah trombosit yang rendah ini dapat merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit

3. Gangguan faktor plasma herediter
• Hemofilia adalah kecenderungan perdarahan yang hampir selalu terjadi pada pria yang disebabkan defisiensi faktor VIII yang dikenal dengan nama hemofilia A atau hemofilia klasik. Faktor tersebut diturunkan secara resesif melalui kromosom wanita. Oleh karena itu hampir seluruh wanita tidak pernah menderita hemofilia karena paling sedikit satu dari duaa kromosom X nya mempunyai gen-gen sempurna. Tetapi bila salah satu kromosom X nya mengalami defisiensi maka akan menjadi carier hemofilia. Perdarahan pada hemofilia biasanya tidak terjadi kecuali mendaapat trauma. Faktor pembekuan VIII terdiri dari dua komponen yang terpisah. Komponen yang kecil sangat penting untuk jalur pembekuan intrinsic dan defisiensi komponen ini mengakibatkan hemofilia klasik. Tidak adanya komponen besar dari faktor pembekuan VIII menyebabkan penyakit willebrand.

4. Defisiensi faktor plasma didapat
• Perdarahan hebat akibat defisiensi vitamin K
Akibat kekurangan vitamin K, seseorang otomatis akan mengalami penurunan protombin, faktor VII, faktor IX, dan faktor X. Hampir seluruh faktor pembekuan dibentuk di hati. Oleh karena itu penyakit-penyakit hati seperti hepatitis, sirosis, acute yellow tropy dapat menghambat system pembekuan sehingga pasien mengalami perdarahan hebat. Vitamin K diperlukan untuk pembentukan faktor pembekuan yang sangat penting yaitu protombin, faktor IX, faktor X dan faktor VII. Vitamin K disintesis terus dalam usus oleh bakteri sehingga jarang terjadi defisiensi. Defisiensi vitamin K dapat terjadi pada orang yang mengalami gangguan absorbsi lemak pada traktus gastrointestinalis. Selain itu disebabkan juga karena kegagalan hati mensekresi empedu dalam traktus intestinalis akibat obstruksi saluran empedu.
• DIC ( koagulasi intrafaskuler diseminata) adalah sindrom kompleks yang system homeostatic dan fisiologik normalnya dalam mempertahankan darah agar tetap cair berubah menjadi suatu system patologik yang menyebabkan terbentuknya trombin fibrin difus, yang menyumbat mikrofaskular tubuh.





DAFTAR PUSTAKA

Arthur C. Guyton, John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Price. 1997. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jilid II. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Suddarth. Edisi 8. Vol. 2. Jakarta: EGC.

ASKEP TAMPONADE JANTUNG

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN TAMPONADE JANTUNG


A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. PENDAHULUAN
Jantung merupakan organ yang berfungsi sebagai pompa muscular dengan fungsi ganda dan pengaturan diri secara otomatis dan bagian-bagiannya bekerja sama untuk mengalirkan darah ke berbagai bagian tubuh. Sisi kanan jantung menerima darah yang miskin akan oksigen dari tubuh melalui vena cava superior dan vena cava inferior dan memompanya ke paru-paru melalui truncus pulmonalis untuk oksigenisasi, sedangkan sisi kiri menerima darah yang kaya akan oksigen dari paru dan memeompanya ke dalam aorta untuk disalurkan ke tubuh. Jantung berpetak 4 : atrium dekstrum dan atrium sinistrum, serta ventrikulus dekster dan venytrikulus sinister. Dinding masing-masing ventrikulus jantung terdiri dari 3 lapisan :
 Endokardium
Merupakan lapisan dalam yang melapisi sentrikulus jantung dan katupnya.
 Miokardium
Merupakan lapisan tengah yang dibentuk oleh serabut otot jantung.
 Epikardium
Merupakan lapisan luar yang dibentuk oleh lamina visceralis pericardium serosum.
Perikardium adalah kantong fibroserosa berdinding ganda yang meliputi jantung dan pangkal pembuluh besar jantung.
(Moore, 2002. 58).














Gambar 1. Anatomi jantung.
2. DEFINISI
Tamponade jantung merupakan suatu sindroma klinis akibat penumpukan cairan berlebihan di rongga perikard yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan hemodinamik (Dharma, 2009 : 67)
Tamponade jantung merupakan kompresi akut pada jantung yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraperikardial akibat pengumpulan darah atau cairan dalam pericardium dari rupture jantung, trauma tembus atau efusi yang progresif (Dorland, 2002 : 2174).
Tamponade adalah perembesan darah dari jantung ke dalam ruang pericardial sehingga menimbulkan kompresi yang proggresif pada jantung dan obstruksi pada vena-vena besar. (Mansjoer, dkk. 2000: 298).
Tamponade jantung merupakan salah satu komplikasi yang paling fatal dan memerlukan tindakan darurat. Terjadi penngumpulan cairan di pericardium dalam jumlah yang cukup untuk menghambat aliran darah ke ventrikel. (Mansjoer, dkk. 2001: 458)
Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah 250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat, karena pericardium mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan volume cairan yang bertambah tersebut (Muttaqin, 2009 : 137).
Tamponade terjadi ketika ada akumulasi cairan pada ruang pericardium. Ini mengakibatkan elevasi pada tekanan intracardiac, penurunan diastole secara progresif dan berkelanjutan, mengurangi volume sekuncup dan cardiac output. (ENA, 2000: 128).
Tamponad terjadi bila jumlah efusi pericardial menyebabkan hambatan serius aliran darah ke jantung (gangguan diastolic ventrikel) (Panggabean, 2006 : 1604).
Jadi tamponade jantung adalah kompresi pada jantung yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraperikardial akibat pengumpulan darah atau cairan dalam pericardium (250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung cepat, dan 100 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat) yang menyebabkan penurunan pengisian ventrikel disertai gangguan hemodinamik, dimana ini merupakan salah satu komplikasi yang paling fatal dan memerlukan tindakan darurat.









Gambar 2. Penumpukan cairan pada perikardium
3. PENYEBAB
Etiologinya bermacam-macam yang paling banyak maligna, perikarditis, uremia dan trauma (ENA, 2000: 128).
Tamponade jantung bisa disebabkan karena neoplasma, perikarditis, uremia dan perdarahan ke dalam ruang pericardial akibat trauma, operasi, atau infeksi (Mansjoer, dkk. 2001 : 458).
Penyebab tersering adalah neoplasma, idiopatik dan uremia. Perdarahan intraperikard juga dapat terjadi akibat katerisasi jantung intervensi koroner, pemasangan pacu jantung, tuberculosis, dan penggunaan antikoagulan (Panggabean, 2006 : 1604).

4. TANDA DAN GEJALA
Gejala yang muncul bergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium. Bila terjadi secara lambat dapat memberi kesempatan mekanisme kompensasi seperti takikardi, peningkatan resistensi vascular perifer dan peningkatan volume intravaskular. Bila cepat, maka dalam beberapa menit bisa fatal.
Tamponade jantung akut biasanya disertai gejala peningkatan tekanan vena jugularis, pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik <100mmHg, dan bunyi jantung yang melemah. Sedangkan pada yang kronis ditemukan peningkatan tekanan vena jugularis, takikardi, dan pulsus paradoksus.
Keluhan dan gejala yang mungkin ada yaitu adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada atau yang diperkirakan menembus jantung, gelisah, pucat, keringat dingin, peninggian vena jugularis, pekak jantung melebar, suara jantung redup dan pulsus paradoksus. Trias classic beck berupa distensis vena leher, bunyi jantung melemah dan hipotensi didapat pada sepertiga penderita dengan tamponade. (Mansjoer, dkk. 2000: 298).
Gambaran klinis tamponade jantung meliputi takikardia, hipotensi, suara jantung yang redup atau pelan, dan distensi vena leher (yang menunjukkan peningkatan tekanan vena jugularis). Palsus paroduksus merupakan gambaran lain yang menandai perubahan yang tidak terduga tekanan vena. Penurunan tekanan sistolik yang semakin mencolok akan terjadi pada saat inspirasi. Suara jantung akan terdengar redup karena adanya cairan yang membungkus jantung sehingga menurunkan hantaran tonus jantung (Oman, 2008 : 269).
Menurut ENA (2000 : 129) tanda dan gejala yang muncul dapat berupa takipnea, tanda kusmaul (peningkatan tekanan vena saat inspirasi ketika bernafas spontan), Beck’s triad, distensi vena jugularis dari elevasi tekanan vena, pulsus paradoksus : sistolik menurun saat inspirasi 10 mm Hg atau lebih), tekanan nadi terbatas, takikardi, kulit dingin, kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis, dan penurunan tingkat kesadaran.



5. PATOFISIOLOGI
Tamponade jantung terjadi bila jumlah efusi pericardium menyebabkan hambatan serius aliran darah ke jantung ( gangguan diastolik ventrikel ). Penyebab tersering adalah neoplasma, dan uremi. (Penggabean, 2006 : 364 ). Neoplasma menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel secara abnorma pada otot jantung. Sehingga terjadi hiperplasia sel yang tidak terkontrol, yang menyebabakan pembentukan massa (tumor). Hal ini yang dapat mengakibatnya ruang pada kantong jantung (perikardium) terdesak sehingga terjadi pergesekan antara kantong jantung (perikardium) dengan lapisan paling luar jantung (epikardium). Pergesekan ini dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada perikarditis sehingga terjadi penumpukan cairan pada pericardium yang dapat menyebakan tamponade jantung. Uremia juga dapat menyebabkan tamponade jantung (Price, 2005 : 954). Dimana orang yang mengalami uremia, di dalam darahnya terdapat toksik metabolik yang dapat menyebabkan inflamasi (dalam hal ini inflamasi terjadi pada perikardium).
Selain itu , tamponade jantung juga dapat disebabkan akibat trauma tumpul/ tembus. Jika trauma ini mengenai ruang perikardium akan terjadi perdarahan sehingga darah banyak terkumpul di ruang perikardium. Hal ini mengakibatkan jantung terdesak oleh akumulasi cairan tersebut.














Gambar 3. Penekanan jantung akibat akumulasi cairan pada rongga pericardium.








POHON MASALAH














































































































6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Doppler.
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu dalam menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung pemeriksaan laboratorium dari pola hemodinamik pada tamponade.
(Nichols, 2006 : 257)
Selain itu pemeriksaan diagnostik lainnya dapat berupa :
• Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung
• EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude gelombang P dan QRS yang berkurang pada setiap gelombang berikutnya
• Echocardiografi adanya efusi pleura.
(Mansjoer, A., dkk. 2000: 298).
Menurut Braunwald (2001 : 167) hasil pemeriksaan Echocardiografi pada tamponade jantung menunjukkan :
1. Kolaps diastole pada atrium kanan
2. Kolaps diastole pada ventrikel kanan
3. Kolaps pada atrium kiri
4. Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup trikuspidalis dan terjadi penurunan pemasukan dari aliran katup mitral > 15 %
5. Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan dengan penurunan pemasukan dari ventrikel kiri
6. Penurunan pemasukan dari katup mitral .
7. Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri












Gambar 4 . Echocardiogram pada tamponade jantung.

Karakteristik tamponade jantung pada pemeriksaan EKG :
• Amplitudo rendah pada semua sadapan (terjadi karena cairan akan meredam curah listrik jantung).
• Fenomena elektrikal alternans (aksis listrik jantung berubah-ubah pada setiap denyutan). Tampak di EKG perubahan amplitudo tiap kompleks QRS, terjadi karena jantung berotasi secara bebas dalam kantung perikard yang berisi cairan.
(Dharma, 2009 : 67).






















Gambar 5. EKG pada tamponade jantung


7. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI PENGOBATAN
Pada keadaan ini dapat dilakukan perikardiosintesis. Sebuah jarum berongga ukuran 16 sepanjang 6 inci ditusukkan di bawah prosesus xifoideus dan diarahkan ke apeks jantung. Jarum tersebut kemudian dihubungkan dengan alat EKG 12 sadapan melalui klem aligator untuk membantu menentukan apakah jarumnya mengenai jantung. Defleksi yang tajam akan terlihat pada pola EKG. Perikardiosintesis dapat disertai dengan denyut jantung false-positive yang signifikan karena klinisi bisa saja mengaspirasi darah yang berasal dari ventrikel kanan sendiri. Petunjuk yang akan mengarahkan pengambilan keputusan adalah bahwa darah yang bersal dari kantong perikardium biasanya tidak akan membeku. Yang paling baik, perikardiosistesis adalah prosedur yang bersifat sementara untuk memperbaiki fungsi jantung sambil menunggu pembedahan. Di beberapa rumah sakit, lubang atau jendela pada selaput perikardium dibuat secara darurat di UGD oleh dokter bedah atau dokter spesialis kardiotoraks.
(Oman, 2008 : 269).

















Gambar 6. Perikardiosintesis.

Penatalaksanaan pra rumah sakit bagi temponade cardio pada tingkat EMP-A memerlukan transportasi cepat ke rumah sakit. Ini merupakan satu dari beberapa kedaruratan yang harus ditransport dengan sirine dan lampu merah.
Perhatian ketat harus dicurahkan untuk menghindari pemberian cairan berlebihan ke pasien. Sering sukar membedakan antara temponade pericardium dan “tension pneumotoraks” tanpa bantuan radiograph. EMT harus cermat mengamati penderita dan mengingatkan dokter di rumah sakit terhadap kemungkinan tamponade pericardium.
Pada tingkat paramedic EMT, setelah diagnositik dan konsultasi ke dokter rumah sakit, tamponade pericardium dapat diaspirasi. Aspirasi dapat dilakukan dengan menggunakan jarum interkardiak untuk suntikan ephineprin, dengan hanya menarik penuh semprit yang kosong. Pendekatannya dari subxifoid, menuju scapula kiri tepat seperti suntikan intrakardia. Perbedaannya dalam memasukkan jarum selanjutnya. Pemasukan jarum harus dihentika tepat setelah memasuki kantong pericardium, sebelum masuk ke ventrikel (lihat gambar). Identifikasi lokasi ujung jarum dengan tepat dapat dibantu dengan menempatkan sadapan V elektrograf ke batang baja. Jarum ini dengan klem “alligator”. Sewaktu jarum dimasukkan, segera dapat diketahui arus luka sewaktu ujung jarum menyentuh miokardium. Dengan menarik mundur sedikit ke kantong pericardium, EMT kemudian dapat mengaspirasi darah tanpa mencederai myocardium.
Seratus lima puluh sampai 250 ml darah di kantong pericardium sudah cukup untuk menimbulkan tamponade berat. Pengambilan beberapa milliliter bisa mengurangi tekanan yang memungkinkan peningkatan curah jantung pasien, peningkatan tekanan darah distal dan penurunan tekanan di sisi kanannya. Prasat ini (mengeluarkan 50-75 ml darah) merupakan tindakan yang menyelamatkan nyawa pada tamponade berat. Harus diingat bahwa terapi ini bukan definitif melaikan hanya suatu tindakan sementara sampai penderita bisa dibawa ke kamar operasi, tempat dapat dilakukan perikardiotomi formal sebelum penatalaksanaan difinitive masalah jantung dengan anastesi lokal. Perlukaan pada pembuluh darah jantung dan struktur vaskuler intertoraks ditangani dalam masa pra rumah sakit seperti syok hemoragik lainnya dengan pakaian anti syok dan infus IV. (Boswick, 1997 : 80). Pemberian oksigen sesuai indikasi juga diperlukan untuk pasien tamponade, agar mencegah terjadinya hipoksia jaringan akibat oksigen yang tidak adekuat karena penurunan curah jantung.




























B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
• PENGKAJIAN PRIMER
Data Subyektif
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a) Cedera tumpul atau cedera tembus pada dada, leher punggung atau perut.
b) Perbaikan pada lesi jantung.
c) Dispnea
d) Cemas
e) Nyeri dada
f) Lemah
2. Riwayat Kesehatan
a) Penyakit jantung
b) Penyakit infeksi dan neoplastik.
c) Penyakit ginjal

Data Obyektif
1. Airway
- Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala.
2. Breathing
- Takipnea
- Tanda Kusmaul : peningkatan tekanan vena saat inspirasi ketika bernafas spontan
3. Circulation
- takikardi,
- peningkatan volume vena intravaskular.
- pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik <100mmHg,
- pericardial friction rub,
- pekak jantung melebar,
- Trias classic beck berupa :
o distensis vena leher,
o bunyi jantung melemah / redup dan
o hipotensi didapat pada sepertiga penderita dengan tamponade.
- tekanan nadi terbatas,
- kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis,
4. Disability
- Penurunan tingakat kesadaran

• PENGKAJIAN SEKUNDER
a) Exposure
- Adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.










Gambar 7. Terdapat jejas pada dada.

b) Five Intervensi
- Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung
- EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude gelombang P dan QRS yang berkurang pada setiap gelombang berikutnya
- Echocardiografi adanya efusi pleura.
Hasil pemeriksaan Echocardiografi pada tamponade jantung menunjukkan :
o Kolaps diastole pada atrium kanan
o Kolaps diastole pada ventrikel kanan
o Kolaps pada atrium kiri
o Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup trikuspidalis dan terjadi penurunan pemasukan dari aliran katup mitral > 15 %
o Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan dengan penurunan pemasukan dari ventrikel kiri
o Penurunan pemasukan dari katup mitral .
o Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri
- Pemeriksaan Doppler.
Analisis Doppler terhadap tanda morfologi jantung dapat membantu dalam menegakkan keakuratan diagnosa klinis dan mendukung pemerikasaan laboraturium dari pola hemodinamik pada tamponade.
c) Give Comfort
- Tidak terdapat tanda dan gejala
d) Head to Toe
- Kepala dan wajah : pucat, bibir sianosis.
- Leher : peninggian vena jugularis.
- Dada : ada jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada, tanda kusmaul, takipnea, bunyi jantung melemah / redup dan pekak jantung melebar.
- Abdomen dan pinggang : tidak ada tanda dan gejala.
- Pelvis dan Perineum : tidak ada tanda dan gejala.
- Ekstrimitas : pucat, kulit dingin, jari tangan dan kaki sianosis.
e) Inspeksi Back / Posterior Surface
- Tidak ada tanda dan gejala.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea, tanda kusmaul.
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari tangan dan kaki sianosis,
c. Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal, penurunan kesadaran, kulit pucat, sianosis, akral dingin.

3. PERENCANAAN
 Dx 1 : Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea, tanda kusmaul.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria hasil :
• Takipnea tidak ada
• Tanda kusmaul tidak ada
• TTV dalam rentang batas normal (RR : 16 – 20 X/ mnt).

No. Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Pantau ketat tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan Perubahan pola nafas dapat mempengaruhi tanda-tanda vital
2. Monitor isi pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan, nafas bibir dan penggunaan otot bantu pernafasan Pengembangan dada dan penggunaan otot Bantu pernapasan mengindikasikan gangguan pola nafas
3. Berikan posisi semifowler jika tidak kontrainndikasi Mempermudah ekspansi paru
4. Ajarkan klien nafas dalam Dengan latihan nafas dalam dapat meningkatkan pemasukan oksigen
Kolaborasi
5.. Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat dapat menghindari resiko kerusakan jaringan
6. Berikan obat sesuai indikasi Medikasi yang tepat dapat mempengaruhi ventilasi pernapasan


 Dx 2 :
Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai dengan distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit dingin, pucat, jari tangan dan kaki sianosis,
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 10 menit diharapkan curah jantung ke seluruh tubuh adekuat dengan kriteria hasil :
• TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg).
• Nadi perifer teraba kuat
• Suara jantung normal.
• Sianosis dan pucat tidak ada.
• Kulit teraba hangat
• EKG normal
• Distensi vena jugularis tidak ada.

No. Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Monitor TTV berkelanjutan TTV merupakan indicator keadaan umum tubuh (jantung).
2. Auskultasi suara jantung, kaji frekuensi dan irama jantung. Perubahan suara, frekuensi dan irama jantung dapat mengindikasikan adanya penurunan curah jantung.
3. Palpasi nadi perifer dan periksa pengisian perifer. Curah jantung yang kurang mempengaruhi kuat dan lemahnya nadi perifer.
4. Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat. Penurunan curah jantung menyebabkan aliran ke perifer menurun.
5. Kaji adanya distensi vena jugularis Tamponade jantung menghambat aliran balik vena sehingga terjadi distensi pada vena jugularis.
Kolaborasi :
6. Berikan oksigen sesuai indikasi Oksigen yang adekuat mencegah hipoksia.
7. Berikan cairan intravena sesuai indikasi atau untuk akses emergency. Mencegah terjadinya kekurangan cairan.
8. Periksa EKG, foto thorax, echocardiografi dan doppler sesuai indikasi. Pada tamponade jantung, terjadi abnormalitas irama jantung dan terdapat siluet pembesaran jantung.
9. Lakukan tindakan perikardiosintesis. Dengan perikardiosintesis cairan dalam ruang pericardium dapat keluar.


 Dx 3 :
Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal, gastrointestinal) tidak efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi lemah, TTV abnormal, penurunan kesadaran, kulit pucat, sianosis, akral dingin.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 15 menit diharapkan perfusi jaringan adekuat dengan kriteria hasil :
• Nadi teraba kuat
• TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg)
• Tingkat kesadaran composmentis
• Sianosis atau pucat tidak ada
• Nadi teraba lemah, terdapat sianosis,
• Akral teraba hangat






No. Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Awasi tanda-tanda vital secara intensif
Perubahan tanda-tanda vital seperti takikardi akibat dari kompensasi jantung untuk memenuhi suplai O2.
2. Pantau adanya ketidakadekuatan perfusi (kulit : dingin dan pucat, sianosis) Menunjukkan adanya ketidakadekuatan perfusi jaringan

3. Pantau GCS
Penurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran
4. Anjurkan untuk bed rest/ istirahat total Menurunkan kebutuhan oksigen



4. EVALUASI
Disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai




















DAFTAR PUSTAKA

Boswick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Braunwald, Eugene. dkk. 2001. Essential Atlas of Heart Diseases. 2nd Ed. Philadelphia : Current Medicine.
Darma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG Pedoman Praktis. Jakarta : EGC.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC.
ENA. 2000. Emergency Nursing Core Curiculum. 5th Ed. USA : WB. Saunders Company.
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid pertama. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius.
Mansjoer, A., dkk. 2000 . Kapita Selekta Kedokteran.Jilid kedua. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius.
Moore, Keith. L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Nichols, David G. dkk. 2006. Critical Heart Disease in Infant and Children. Second Edition. USA : Elsevier.
Oman, K. S. 2000. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Terjemahan Andry hartono. 2008. Jakarta : EGC.
Panggabean M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Price, S. A. 2000. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Vol. 2. Edisi 6. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 : Definisi & Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika.
Smeltzer,C.S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC

Jumat, 02 April 2010